METODE MEMBACA ( THARIQAH AL-QIRA’AH )
Makalahinidisusununtukmemenuhitugas matakuliah :
Metodologi Khusus Pengajaran Bahasa Arab 2
DosenPengampu,
Ahmad Rifa’i, M. Pd. I

Oleh:
Ahmad
Muzaki 9325
Maria
Ulfa 932520112
Wahid
Bayu Muchlisin 9325
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketidakpuasan kepada metode langsung yang kurang
memberikan perhatian kepada kemahiran membaca dan menulis, mendorong para guru
dan para ahli bahasa untuk mencari metode baru. Pada waktu itu, berkembang
opini di kalangan para guru bahwa mengajarkan bahasa asing dengan target
penguasaan semua ketrampilan berbahasa adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, Profesor Coleman dan kawan-kawan dalam
sebuah laporan yang ditulis pada tahun 1929 menyarankan penggunaan suatu metode
dengan satu tujuan pengajaran yang lebih realistis, yang paling diperlukan oleh
para pelajar, yakni ketrampilan membaca. Metode kemudian yang dinamai “ metode
membaca ” ini digunakan di sekolah menengah dan perguruan tinggi di seluruh
Amerika dan negara-negara lain di Eropa. Meskipun disebut “ metode membaca ”,
tidak berarti bahwa kegiatan belajar mengajar terbatas pada latihan membaca.
Latihan menulis dan berbicara juga diberikan meskipun dengan porsi yang
terbatas.[1]
Metode membaca merupakan salah satu metode
yang cukup terkenal dalam pembelajaran bahasa asing. Metode ini bertujuan untuk
mengajarkan kemahiran membaca bahasa asing. Untukmengetahui lebih lanjut yang
berkaitan dengan metode membaca, mari kita diskusikan terkait masalah yang berkaitan dengan metode membaca ini dan menyempurnakan kekurangan dari
makalah kami ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian metode membaca ?
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metode Membaca
Membaca merupakan kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang
tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau mencernanya di dalam
hati. Membaca hakekatnya adalah suatu proses komunikasi antara pembaca dan
penulis melalui teks yang ditulisnya, maka secara langsung di dalamnya ada
hubungan kognitif antara bahasa lisan dan bahasa tulisan. Tarigan (1994/III:7)
melihat bahwa membaca adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/ bahasa tulis.
Membaca melibatkan tiga
unsur, yaitu: makna sebagai unsur isi bacaan, kata sebagai unsur yang
membawakan makna, dan simbol tertulis sebagai unsur visual. Perpindahan simbol
tertulis ke dalam bahasa ujaran itulah, menurut Ibrahim (1962:57), disebut
membaca.[1]
Metode Membaca ini lahir dari pemikiran para ahli pengajaran bahasa
asing pada awal abad 20. Teori ini dipelopori oleh beberapa pendidik Inggris
dan Amerika. (West 1926), yang mengajar bahasa Inggris di India, berpendapat
bahwa belajar membaca secara lancar jauh lebih penting bagi orang India yang
belajar bahasa Inggris dibanding berbicara. West menganjurkan suatu penekanan
pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal itu sebagai ketrampilan yang
paling bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing tetapi juga karena
hal itulah yang paling mudah, ketrampilan dengan nilai tambah yang paling besar
pada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran bahasa.[2]
Metode membaca ini memang mendapat banyak kritik-kritik, baik pada
metode waktu itu dianjurkan di Amerika. Begitu pula selama perang dunia II
tatkala kemampuan berbicara dalam berbagai bahasa merupakan prioritas nasional
di Amerika Serikat. Akan tetapi, sejak perang itu terdapat suatu pembaharuan
minat dalam pengajaran bahasa-bahasa untuk tujuan-tujuan tertentu seperti
membaca sastra dan pustaka ilmiah. Di luar Amerika Serikat pada tahun 1929-an
metode membaca ini mulai digunakan.
Karakteristik
metode membaca ini antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan utamanya adalah kemahiran membaca.
2.
Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar
kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan penunjang untuk
perluasan (extensif reading/ قراءة موسعة), buku latihan mengarang terbimbing dan
percakapan.
3.
Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan. Pemahaman
isi bacaan melalui proses analisis, tidak dengan penerjemahan harfiah, meskipun
bahasa ibu boleh digunakan dalam mendiskusikan isi teks.
4.
Membaca diam lebih diutamakan dari pada membaca keras.
5.
Kaidah bahasa diterangkan seperlunya tidak boleh berkepanjangan.[3]
Ciri-ciri
penting penggunaan metode membaca dalam pembelajaran bahasa arab adalah sebagai
berikut :
a)
Biasanya metode ini memulai dengan memberi latihan sebentar kepada
siswa tentang ketrampilan bertutur kemudian mendengarkan beberapa kalimat
sederhana dan mengucapkan kata-kata serta kalimat hingga siswa mampu menyusun
kalimat. Berangkat dari inilah bahwa bentuk yang disusun oleh siswa tentang
aturan tutur bahasa akan memberi andil dalam mengembangkan ketrampilan
berkomunikasi.
b)
Setelah siswa berlatih mengucapkan beberapa kalimat kemudian mereka
membacanya dalam teks. Guru bertugas mengembangkan sebagian ketrampilan membaca
dalam hati bagi murid-murid.
c)
Setelah itu para siswa membaca teks dengan Qira’ah jahriyah
(membaca dengan keras) yang diikuti dengan beberapa pertanyaan seputar teks
untuk menguatkan pemahaman.
d)
Membaca terbagi menjadi dua macam yaitu membaca intensif dan
membaca lepas, masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda. Membaca intensif
bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar membaca dan
ketrampilan ini membutuhkan perbendaharaan kata serta pengetahuan kaidah-kaidah
tata bahasa. Ketrampilan membaca ini mengembangkan ketrampilan pemahaman bagi
siswa di bawah bimbingan guru kelas.
e)
Adapun Qira’ah lepas maka bisa dilaksanakan di luar kelas.
Dibenarkan guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dan membatasi apa
yang harus dibaca serta mendiskusikannya.
f)
Membaca lepas memberikan andil dalam pencapaian siswa pada khazanah
arab, membaca kitab-kitab dan semi arab. Dan dari sini akan memberikan tambahan
pemahaman mengenai kebudayaan arab.[4]
Secara garis
besar, metode membaca dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Membaca Nyaring (al-Qira’ah al-Jahriyyah)
Membaca Nyaring adalah
membaca dengan melafalkan atau menyuarakan simbol-simbol tertulis berupa
kata-kata atau kalimat yang dibaca. Metode membaca ini lebih cocok diberikan
kepada pelajar tingkat pemula. Tujuan utamanya adalah agar para pelajar mampu
melafalkan bacaan dengan baik sesuai dengan bunyi dalam bahasa Arab.
Untuk keefektifan
pembelajaran membaca nyaring, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
guru. Al-Khuli (1982: 117-118) mengatakan :
a)
Dalam kegiatan membaca guru hendaknya memilih pelajar yang bagus
bacaannya. Hal ini dimaksudkan selain untuk percontohan bagi teman-temannya,
juga akan turut memberikan semangat mereka untuk membaca.
b)
Sebaiknya guru menyuruh pelajar untuk membaca di depan kelas, dan
sesekali memandang teman-temannya saat membaca.
c)
Hendaknya guru mampu menciptakan kelas yang turut serta menjadi
pengoreksi kesalahan bacaan. Dalam arti semua pelajar harus terlibat
memperhatikan bacaan pelajar yang diperintahkan membaca.
d)
Guru tidak diperkenankan meminta pelajar membaca terlalu lama,
karena akan cepat lelah dan tidak menyita waktu untuk mengajarkan pelajaran
yang lain.
e)
Untuk menanamkan kemampuan memahami bacaan, di akhir bacaan
hendaknya guru mengajak berdiskusi kepada para pelajar tentang isi bacaan.
2.
Membaca Diam / Membaca dalam Hati (al-Qira’ah al-Shamitah)
Membaca diam atau bisa di
sebut membaca dalam hati adalah membaca dengan tidak melafalkan simbol-simbol
tertulis berupa kata-kata atau kalimat yang dibaca, melainkan hanya
mengandalkan kecermatan eksplorasi visual. Atau bisa dikatakan membaca tanpa
mengeluarkan ujaran, tetapi cukup di dalam hati.
Tujuan membaca dalam hati
adalah penguasaan isi bacaan, atau memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
tentang isi bacaan dalam waktu yang cepat. Membaca dalam hati lebih efektif
dalam memahami isi bacaan jika dibandingkan dengan membaca nyaring.[5]
3.
Membaca Pemahaman
4.
Membaca Kritis
5.
Membaca Ide
Di antara kelebihan metode membaca adalah sebagai berikut :
1.
Para siswa mampu membaca dengan baik terhadap pembelajaran bahasa
asing, baik membaca nyaring, membaca dalam hati, ataupun membaca pemahaman.
2.
Para siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan dengan baik.
3.
Para siswa mampu menguasai mufradat dengan baik.
4.
Para siswa memahami dengan baik tentang penggunaan nahwu dan
sharaf.
Kekurangan
metode membaca adalah sebagai berikut :
1.
Meskipun para siswa kuat dalam membaca, tetapi bukan membaca
nyaring, mereka lemah dalam pelafalan.
2.
Para siswa lemah dalam ketrampilan menyimak, berbicara, dan siswa
juga lemah dalam kemampuan ta’bir tahriri (menulis karangan).
3.
Karena kosa kata yang dikenalkan hanya yang berkaitan dengan
bacaan, maka para siswa lemah dalam memahami teks yang berbeda.
[1] Acep Hermawan,
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset, 2011), hal 43
[2]M. Abdul Hamid,
dkk. Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan
Media(Malang: UIN Malang Press, 2008), hal 30-31
[3]Ahmad Fuad
Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Kinara, 2009), hal
53
[4]Ibid., hal
31-32
[5]Acep Hermawan, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hal
144-151