ADMINISTRASI KESISWAAN
Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“Administrasi Pendidikan”
Ahmad
Rifa’i, M.Pd
Oleh:
Mohammad Ghufron
932505312
Syamsul Ma’arif 932508912
Shoma Lailatul Khusna 932508112
Devi Cholidatul Mu’afah 932502312
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai anggota masyarakat sekolah,
siswa mempunyai hak untuk memperoleh pelajaran, mengikuti kegiatan-kegiatan
yang terdapat di sekolah. Diantaranya yaitu menggunakan fasilitas, memperoleh
bimbingan, dan sebagainya. Di samping itu siswa juga mempunyai kewajiban untuk
hadir tepat waktu pada pelajaran berlangsung, mengikuti pelajaran dengan baik,
dan mentaati tata tertib yang berlaku. Siswa dipandang sebagai makhluk yang
unik yang secara wajar sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga
proses pendidikan yang baik akan berusaha membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan itu dengan tidak mengesampingkan keunikan masing-masing serta
potensi dan kemampuan yang dipunyainya.
Administrasi kesiswaan ialah
keseluruhan proses penyelenggaraan usaha kerja sama dalam bidang kesiswaan
dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan pendidikan di sekolah. Tujuan
administrasi kesiswaan adalah mengatur kegiatan-kegiatan dalam bidang kesiswaan
agar proses belajar mengajar di sekolah bisa berjalan dengan lancar, tertib dan
teratur, tercapai atasapa yang menjadi tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan pengertian administrasi kesiswaan?
2.
Apa
yang dimaksud dengan tujuan, fungsi dan prinsip?
3.
Bagaimana
perencanaan kesiswaan dan penerimaan siswa baru?
4.
Bagaimana
pengeloaan aktivitas siswa dan proses pembelajaran?
5.
Apa
yang dimaksud bimbingan siswa?
6.
Bagaimana
pengelompokan siswa dan kehadiran siswa sekolah?
7.
Bagaimana
pembinaan kedisiplinan siswa?
8.
Bagaimana
kenaikan kelas dan penjurusan?
9.
Bagaimana
perpindahan siswa, kelulusan dan alumni?
10.
Apa
yang dimaksud dengan kegiatan extrakurikuler dan OSIS?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Administrasi Kesiswaan
Administrasi Kesiswaan ialah
keseluruhan proses penyelenggaraan usaha kerja sama dalam bidang kesiswaan
dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan pendidikan di sekolah. Tujuan
administrasi kesiswaan ialah mengatur kegiatan-kegiatan dalam bidang kesiswaan
agar proses belajar mengajar disekolah bisa berjalan lancar, tertib dan
teratur, tercapai apa yang menjadi tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.[1]
Administrasi kesiswaan merupakan
kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan masalah kesiswaan di sekolah. Tujuan
administrasi kesiswaan adalah menata proses kesiswaan mulai dari perekrutan,
mengikuti pembelajaran sampai dengan lulus sesuai dengan tujuan
institusional agar dapat berlangsung
secara efektif dan efisien.[2]
Administrasi kesiswaan adalah suatu
penataan atau pengaturan segala aktivitas yang berkaitan dengan siswa, yaitu
mulai dari masuknya siswa sampai keluarnya siswa tersebut dari suatu sekolah
atau lembaga.[3]
Sedangkan Ary Gunawan mendefinisikan
administrasi kesiswaan sebagai seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan
diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinu terhadap seluruh
peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti
proses belajar mengajar secara efektif dan efisien mulai dari penerimaan
peserta didik hingga keluarnya peserta didik dari suatu sekolah.[4]
Dari penjelasan tersebut, terlihat
bahwa administrasi kesiswaan adalah suatu usaha untuk melakukan pengelolaan
siswa mulai dari siswa masuk sampai dengan keluar, bahkan pelayanan siswa demi
kelangsungan dan peningkatan mutu sehingga lembaga pendidikan tersebut dapat
berjalan dengan teratur, terarah den terkontrol dengan baik.[5]
B.
Tujuan, Fungsi, dan PrinsipAdministrasi Kesiswaan
1.
Tujuan
umum administrasi kesiswaan adalah mengatur kegiatan-kegiatan siswa agar
kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar disekolah, lebih
lanjut, proses belajar mengajar disekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur sehingga dapat memberikan kontribusi
bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Tujuan khusus administrasi kesiswaan adalah sebagai berikut.
a)
Meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan psikomotor peserta didik.
b)
Menyalurkan
dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
c)
Menyalurkan
aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
d)
Dengan
terpenuhinya hal tersebut diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan
tercapai cita-cita mereka.[6]
2.
Fungsi
administrasi kesiswaan secara umum adalah sebagai wahana bagi siswa untuk
mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi
individualitasnya, segi social, aspirasi, kebutuhan dan segi-segi potensi
peserta didik lainya.
Fungsi
administrasi kesiswaan secara khusus adalah sebagai berikut.
a)
Fungsi
yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar
mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak
terhambat, potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan),
kemampuan khusus dan kemampuan lainya.
b)
Fungsi
yang berkenaan dengan pengembangan fungsi social peseerta didik ialah agar
peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan teman sebayanya, dengan orang
tua, keluarga, dengan lingkungan social sekolahnya dan lingkungan social
masyarakat. Fungsi ini berkaitan dengan hakikat peserta didik sebagai mahluk
social.
c)
Fungsi
yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar
peserta didik tersalurkan hobinya, kesenangan dan minatnya karena hal itu dapat
menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
d)
Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik, hal itu sangat penting karena
kemungkinan dia akan memikirkan pula kesejahteraan teman sebayanya.[7]
3.
Peranan
administrasi kesiswaan adalah:
a)
Peranan
administrasi kesiswaan adalah menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
kelangsungan proses pendidikan.
b)
Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang di
bebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4.
Prinsip-prinsip
administrasi kesiswaan
Prinsip adalah suatu pedoman yang
harus diikuti dalam melaksanakan tugasnya. Prinsip administrasi kesiswaan
adalah pedoman yang harus diikuti dalam melakukan pengelolaan peserta didik,
prinsip-prinsip tersebut adalah:
a)
Administrasi
kesiswaan sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah, sehingga harus
mempunyai kesamaan visi, misi dan tujuan manajemen sekolah secara keseluruhan.
b)
Segala
bentuk kegiatan administrasi kesiswaan harus mengemban visi pendidikan dan
dalam rangka mendidik peserta didik.
c)
Kegiatan
administrasi kesiswaan harus diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang
mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya bakat perbedaan.
d)
Kegiatan
administrasi kesiswaan harus dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap
pembimbingan peserta didik.
e)
Kegiatan
administrasi kesiswaan harus mendorong dan memacu kemandirian peserta didik,
dimana kemandirian ini akan memotivasi anak untuk tidak selalu tergantung pada
orang lain.
f)
Segala
kegiatan yang upayakan oleh administrasi kesiswaan harus bersifat fungsional
bagi kehidupan peserta didik di sekolah maupun bagi masa depannya.[8]
C.
Perencanan Kesiswaan
Dalam bagian perencanaan kesiswaan ini akan diutarakan dua hal yaitu:
1.
Sensus Sekolah
Sensus sekolah adalah pencatatan
anak-anak usia sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah atau calon siswa.
Dengan demikian, sensus sekolah untuk sekolah dasar adalah anak-anak yang akan
masuk sekolah dasar. Sensus sekolah untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah
para siswa kelas tertinggi sekolah dasar. Sensus sekolah untuk Sekolah Menengah
Atas (SMA) adalah siswa-siswa kelas
tertinggi Sekolah Menengah Pertama.
Sensus sekolah akan lebih lengkap
apabila pencatatan itu tidak saja menghasilkan jumlah calon siswa, tetapi juga
dilengkapi dengan minat kemana mereka itu ingin melanjutkan sekolah. Dengan
sensus sekolah akan diketahui jumlah siswa yang akan melanjutkan studi
selanjutnya.[9]
2.
Penentuan
Jumlah Siswa yang Diterima
Berapa jumlah siswa yang akan
diterima di suatu sekolah sangat bergantung pada jumlah kelas atau fasilitas
tempat duduk yang tersedia. Prakiraan jumalah siswa yang akan diterima bisa
dibuat berdasarkan prakiraan siswa yang akan meninggalkan sekolah.
Penerimaan siswa baru pada umumnya
hanya untuk kelas permulaan (kelas satu). Tetapi ini tidak berarti terjadi penerimaan baru untuk kelas
dua ataupun tiga. Sehingga untuk memperkirakan berapa jumlah siswa baru yang
akan diterima, tinggal menghitung saja berapa siswa kelas terakhir yang aka n meninggalkan sekolah. Jika kelas
terakhir berjumlah lima kelas, maka secara langsung dapat ditentukan bahwa
jumlah siswa baru yang akan diterima juga lima kelas. Sepanjang tidak ada
perubahan-perubahn atau pengembangan sekolah, maka cara perhitungan diatas
dapat digunakan. Namun perlu diperhatikan pula siswa-siswa yang tinggal kelas
atau mengulang. Jika jumlahnya tidak banyak, hal tersebut tidak akan
mengganggu. Tetapi jika jumlahnya banyak, hal ini harus ikut diperhitungkan
dalam membuat perencanaan. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah kelas maupun
jumlah siswa baru yang akan diterima.
Bagi sekolah negeri, penentuan
jumlah siswa baru yang bisa diterima dikukuhkan/disyahkan oleh Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.[10]
D.
Penerimaan
Siswa Baru
Dalam pembahasan penerimaan siswa
baru ini akan dibicarakan berturut-turut tiga hal, yaitu:
1.
Kebijakan Dalam Penerimaan Siswa Baru
Dalam rangka penerimaan siswa baru
ini ada beberapa kebijakan yang harus diperhatikan, karena kebijakan tersebut
akan menjadi landasan kerja dalam pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru.
1)
Undang-undang
dasar 1945
Dalam UUD 1945,
pada pembukaan alenia keempat disebutkan bahwa salah satu tujuan Pemerintah
Negara Indonesia adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Ini berarti
bahwa pemerintah negara indonesia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk
memberikan pendidikan kepada bangsa indonesia. Kewajiban dan tanggungjawab ini
dituangkan dalam Bab XIII pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “tiap-tiap warga
negar berhak mendapat pengajaran”, mengandung jaminan bahwa setiap orang, warga
negara Indonesia, tidak peduli warga negara Indonesia asli maupun warga negara
Indonesia keturunan asing, diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menuntut
ilmu, untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan.
2)
Undang-undang
pokok pendidikan no. 4 tahun 1950
Undang-undang
no. 4 tahun 1950 dikenal juga sebagai Undang-undang no. 12 tahun 1954. Bab XI
pasal 17 berbunyi: “tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak
yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah, jika memenuhu
syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengarajaran pada sekolah
itu”.
3)
Peraturan
pemerintah dan lain-lain peraturan
Disamping
Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang no. 4 tahun 1950, masih banyak
pedoman-pedoman atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah
penerimaan siswa baru. Pedoman-pedoman atau peraturan-peraturan itu bisa dari
pemerintah dan mungkin juga dari kepala sekolah sendiri.[11]
2.
Sistem Penerimaan Siswa Baru
Yang dimaksud dengan sistem dalam
pengertian disini adalah cara-cara atau teknik-teknik-teknik yang digunakan
untuk menyeleksi siapa-siapa diantara para calon siswa yang akan diterima
sebagai siswa baru. Adapun cara-cara seleksi yang bisa digunakan diantaranya:
1)
Ujian
atau tes
Ujian atau tes ini biasa disebut dengan Ujian Masuk atau Tes Masuk
(entracs test).Tes masuk ini diselenggarakan oleh sekolah masing-masing, tetapi
bisa juga oleh gabungan beberapa sekolah dalam suatu wilayah atau daerah.Mata
pelajaran yang diujikan, jenis-jenis soal yang digunakan, serta cara-cara
mengevaluasi ditentukan oleh sekolah.Penentuan calon siswa yang diterima
didasarkan pada peringkat (rangking) jumlah nilai yang dicapai.
2)
Penelusuran
bakat kemampuan
Yang dimaksud dengan bakat
kemampuan disini ialah pembawaan-pembawaan yang menunjukkan adanya
potensi-potensi yang cukup bagus. Gambaran tentang adanya pembawaan potensi
yang bagus ditunjukkan oleh prestasi siswa dalam berbagai matapelajaran di
sekolah. Oleh karena itu penelusuran bakat kemampuan ini dilaksanakan dengan
cara meneliti atau menjejaki angka-angka prestasi siswa dalam satu atau dua
tahun selama siswa mengikuti pelajaran disekolah. Dari hasil penjejakan
inidipanggil calon-calon siswa yang
kirannya berminat atau bersedia menjadi siswa di suatu sekolah.
3)
Berdasarkan
hasil EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir)
Akhir-akhir ini dikembangkan sistem penerimaan siswa baru, yang
boleh dikatakan sebagai pengganti sistem tes masuk.Sistem ini mengunakan
angka-angka atau nilai-nilai hasil EBTA-Nas (nasional) sebagai dasar kriteria
untuk penentuan peneruimaan siswa baru.
4)
Pindah
sekolah
Disamping penerimaan siswa baru secara masal lewat cara-cara
diatas, sebenarnya masih ada lagi penerimaan siswa baru yang bersifat
individual, yaitu penerimaan siswa pindahan.Siswa pindahan juga merupakan siswa
baru bagi suatu sekolah.[12]
3.
Orientasi Siswa Baru
Orientasi siswa baru adalah kegiatan
yang merupakan salah satu bagian dalam rangka proses penerimaan siswa baru.
Istilah yang digunnakan adalah “Masa Orientasi Siswa Baru (MOS)”. Tujuan
orientasi siswa baru yaitu pengenalan bagi siswa baru mengenai keadaan-keadaan
sekolah, antara lain meliputi tata tertib, kondisi siswa, serta pengenalan
pelajaran yang akan dihadapi, ini dimaksudkan agar siswa nanti tidak akan
mengalami kejanggalan dalam menempuh studi.[13]
Waktu masa orientasi siswa (MOS)
juga digunakan untuk penelusuran bakat-bakat khusus siswa baru, misalnya
penelusuran bakat-bakat olahraga, bakat-bakat seni, bakat-bakat menulis
(mengarang). Tujuan orientasi peserta didik atau MOS adalah:
1)
Agar
peserta didik mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri di
tengah-tengah lingkungan barunya.
2)
Agar
peserta didik mengenal lingkungan sekolah, baik lingkungan fisiknya maupun
lingkungan sosialnya.
Adapun fungsi dari orientasi peserta
didik atau MOS adalah:
1)
Bagi
peserta didik sendiri, orientasi peserta didik berfungsi sebagai:
·
Wahana
untuk menyatakan dirinya dalam konteks keseluruhan lingkungan sosialnya.
·
Wahana
untuk mengenal siapa lingkungan barunya sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam menentukan sikap.
2)
Bagi
personalia sekolah dan atau tenaga kependidikan, dengan mengetahui siapa
peserta didik barunya, akan dapat dijadikan sebagi titik tolak dalam memberikan
layanan-layanan yang mereka butuhkan.
3)
Bagi
para pesrerta didik senior, dengan adannya orientasi ini, akan mengetahui lebih
dalam mengenai peserta didik penerusnya di sekolah tersebut. Hal ini sangat
penting, terutama berkaitan dengan kepemimpinan estafet organisasi peserta
didik di sekolah tersebut.[14]
E.
Pengeloaan Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan
kegiatan utama di sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik
pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi atau metode
pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada peserta didik lebih mampu
memperdayakan pembelajaran peserta didik.[15]
Pengelolaan proses pembelajaran
adalah pemberdayaan peserta didik yang dilakukan melalui interaksi perilaku
guru dan perilaku peserta didik, baik di ruang maupun di luar kelas. Kegiatan
mengajar yang pada hakikatnya adalah membantu (mencoba membantu) seseorang
untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada
kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar.[16] Dengan
landasan tersebut, proses pembelajaran merupakan pemberdayaan peserta didik.
Oleh karena itu, penekanannya bukan sekedar penguasaan pengetahuan tentang apa
yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati
serta dipraktikkan oleh peserta didik.
Selain itu, proses pembelajaran
semestinya lebih mementingkan proses pencarian jawaban daripada mempunyai
jawaban. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang efektif semestinya
menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, daya rasa keingintahuan dan eksperimen untuk
menemukan hal yang baru (meskipun nanti hasilnya masih kliru), memberikan
keterbukaan terhadap hal yang baru, menumbuhkan demokrasi, dan memberikan
toleransi pada kekeliruan akibat aktivitas berpikir. Dalam konteks ini,
tanggung jawab guru yang terpenting adalah merencanakan dan menuntut peserta
didiknya melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang diinginkan.[17]
Sekolah juga dituntut untuk membina,
membimbing serta mengembangkan kegiatan kesiswaan yang bersifat mendidik dan
sebagai wadah pengembangan potensi siswa.Artinya, padapaparan yang demikian
sekolah dikatakan sebagai sistem. Maka, seharusnya menghasilkan outpout
yang dapat dijamin kepastiannya. Outpout sekolah pada umumnya diukur
dari tingkat kinerjanya. Kinerja sekolah adalah pencapaian atau prestasi
sekolah yang dihasilkan melalui proses persekolahan. Kinerja sekolah diukur
dari efektivitasnya, kualitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya,
kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.
Efektivitas adalah ukuran yang
menyatakan sejauh mana sasaran tujuan (kuantitas, kualitas, waktu) telah
dicapai. Dalam bentuk persamaan efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi
hasil yang diharapkan. Sekolah yang efektif pada umumnya menunjukkan
kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dan hasil yang diharapkan.
Kualitas dalam konteks sekolah
adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari lulusan yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan. Misalnya: prestasi
olahraga, prestasi karya tulis ilmiah, dan prestasi pentas seni. Kualitas
tamatan dipengaruhi oleh tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan,
yaitu perencanaan, pelaksaan dan evaluasi.[18]
Produktivitas adalah hasil
perbandingan antara outpout dibagi input. Baik outpot
maupun input dinyatakan dalam bentuk kuantitas. Kuantitas outpout
berupa jumlah tamatan dan kuantitas input berupa jumlah tenaga kerja
sekolah dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan
lai sebagainya).
Efisiensi dapat diklasifikasikan
menjadi efisiensi internal dan efisiensi external.Efisiensi internal menunjuk
kepada hubungan antara outpout pendidikan (prestasi belajar) dan input
(sumber daya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan outpout
pendidikan. Efisiensi internal sering diukur dengan biaya
efektivitas.Sedangkan, efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang
digunakan untuk menghasilkan tamatan dan kemanfaatan atau keuntungan kumulatif
(individual-sosial dan ekonomik-bukan ekonomik) yang didapat setelah kurun
waktu yang panjang di luar sekolah.Analisis biaya manfaat merupakan alat utama
untuk mengukur efisiensi eksternal.
Inovasi adalah proses kreatif dalam
mengubah input, proses dan outpout agar dapat sukses dalam
menanggapi dan mengantisipasi perubahan-perubahan internal dan eksternal
sekolah. Inovasi selalu memberikan nilai tambah terhadap input, proses,
maupun outpout yang ada.
Kualitas kehidupan kerja adalah
kinerja sekolah yang ditunjukan oleh ukuran-ukuran tentang bagaimana warga
sekolah merasakan hal-hal. Seperti: pekerjaannya, kemanfaatannya, kepastiannya,
keadilannya, kondisi kerjanya, kesan dari anak buah kepada atasan, teman
kerjanya, peluang untuk majunya, dan imbal jasanya.
Dana simpanan tetap sekolah
merupakan penyisihan sebagian dari dana sisa sekolah yang dapat digunakan untuk
kepentingan sekolah sewaktu-waktu, khususnya untuk pengembangan sekolah. Dana
simpanan tetap sekolah ini diambil dari sebagian dana sisa sekolah. Dana sisa
sekolah adalah danakelebihan yang dihasilkan dari selisih antara “pendapatan
sekolah” dikurangi “biaya sekolah”. Dalam perusahaan, dana simpanan tetap
seperti ini sering disebut “laba ditahan” yang dapat digunakan sewaktu-waktu
ada perubahan kelangsungan hidup maupun untuk pengembangan (pemekaran) sekolah.
Konsekuensinya, model Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
yang mengharuskan “gunakan uang semuanya” harus bergeser menjadi “gunakan uang
seefisien mungkin”. Dengan demikian, anggaran sekolah akan teapt guna sesuai
dengan keadaan sekolah.[19]
Moral kerja adalah tingkat baik
buruknya warga sekolah terhadap pekerjaannya yang ditunjukkan oleh etika
kerjanya, kedisiplinannya, kejujuran dan kebersihannya, kerajinannya,
kominmennya dan tanggung jawabnya, hubungan kerjanya, dan jiwa kewirausahaannya
(bersikap dan berfikir mandiri, memiliki sikap berani mengambil resiko, tidak
suka mencari kambing hitam, selalu berusaha membuat dan meningkatkan nilai
sumber daya, terbuka terhadap umpan balik, selalu ingin mencari perubahan lebih
baik, tidak pernah merasa puas dan terus menerus melakukan hal-hal yang baru
dan penciptaan demi perbaikan sealanjutnya).
Di sisi lainnya sekolah juga dapat
dikatakan sebagai system yang menekankan proses belajar mengajar sebagai
“pemberdayaan” peserta didik, yang dilakukan melalui interaksi perilaku
pengajar dan perilaku pelajar, baik di ruangan maupun di luar kelas. Karena
proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan pelajar, penekanannya bukan
sekedar mengajarkan sesuatu kepada pelajar dan kemudian menyuruhnya mengerjakan
soal agar memiliki jawaban baku yang dianggap benar oleh pengajar, melainkan
proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa
keingintahuan, dan eksperimen untuk menemukan hal yang baru (meskipun hasilnya
kliru), memberikan keterbukaan terhadap hal yang baru, menumbuhkan demokrasi,
memberikan kemerdekaan dan memberikan toleransi terhadap kekeliruan akibat
kreatif berfikir.[20]
Outpout pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah tersebut
mengerucut pada tiga ranah. Tiga ranah tersebut yang akan membentuk pola
keberhasilan pembelajaran pada diri peserta didik meliputi bentuk kemampuan
yang menurut taksonomi Blom, seperti yang dikutip oleh Moeslichatoen Rosjidan
dalam artikelnya “Dasar-Dasar Psikologi Pendidikan”, yang telah
mengklasifikasikan dalam 3 damain yaitu:
1.
Cognitive
Domain meliputi:
a)
Mengetahui: kemampuan mengingat apa yang sudah
dipelajari.
b)
Memahami:
kemampuan menangkap makna yang dipelajari.
c)
Menerapkan:
kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari itu ke dalam situasi yang
baru yang konkret.
d)
Menganalisis:
kemampuan untuk merinci hal yang dipelajari ke dalam unsur-unsurnya agar supaya
struktur organisasinya dapat dimengerti.
e)
Mensintesis:
kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian untuk membentuk kesatuan yang baru.
f)
Mengevaluasi:
kemampuan untuk menentukan niali sesuatu yang dipelajari untuk sesuatu tujuan
tertentu.
2.
Afective Domain. Hal yang
termasuk dalam kemampuan afektif ini adalah sebagai berikut:
a) Menerima (receiving): kesediaan untuk memerhatikan.
b) Menanggapi (responding): aktif berpartisipasi.
c) Menghargai (valuing): penghargaan kepada benda, gejala dan
perbuatan tertentu.
d) Membentuk (organization): memadukan nilai-nilai yang
berbeda, menyelesaikan pertentangan dan membentuk system nilai yang bersifat
konsisten dan internal.
3.
Psycomotoric Domain.
Hal yang termasuk dalam kategori
kemampuan psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut oto dan kegiatan fisik.
Jadi, tekanan kemampuan yang menyangkut koordinasi saraf otot, menyangkut
penguasaan tubuh dan gerak.[21]
Tiga ranah dan
pengklasifikasian kemampuan tersebutakan membantu pendidik untuk menentukan
langkah yang harus dilalui dalam proses atau kegiatan belajar mengajar. Lebih
lanjut yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai
berikut:
1)
Apa
yang ingin dicapai di dalam proses belajar mengajar.
2)
Bagaimana
murid harus belajar.
3)
Metode
dan bahan apa yang dapat berhasil guna dan proses belajar mengajar.
4)
Perubahan
tingkah laku yang diharapkan dapat dihasilkan dalam proses belajar mengajar.[22]
Hal-hal
tersebut merupakan beberapa faktor yang perlu ada untuk mengoptimalkan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM).Begitu pula dalam pembelajaran harus memperhatikan
faktor-faktor tersebut. Jika dalam bentuk yang paling umum dalam kegiatan
belajar mengajar dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah sebagai berikut:
1)
Apa
yang ingin dicapai merupakan indikator yang diformat oleh guru mata pelajaran
dan menjadi rambu-rambu dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
2)
Bagaimana
murid harus belajar adalah kegiatan pembelajaran atau yang lebih dikenal dengan
sebutan kegiatan pengembangan diri.
3)
Metode
merupakan Strategi Pembelajaran.
4)
Bahan
merupakan Materi Pembelajarn atau sunber belajar.
5)
Perubahan
tingkah laku yang dikarapkan adalah Hasil Belajar.[23]
Setiap sekolah
harus memiliki kejelasan tentang outpout yang akan dicapai. Berpangkal
dari outpout ini, kemudian dilakukan pemantauan terhadap proses
pelaksanaan agar outpout yang diharapkan dapat dicapai. Oleh sebab itu,
dalam menentukan keberhasilan pada pembelajaran yang dilaksanakan perlu adanya
strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada factor karakteristik siswa dan
hal tersebut merupakan hal penting juga yang harus diperhatikan dan dijadikan
pertimbangan oleh pendidik. Oleh karenanya, strategi pembelajaran yang
dilakukan oleh pendidik adalah dengan memperhatikan kecenderungan cara berpikir
siswa dalam pembelajaran.
Maka pembelajaran mempunyai pedoman dan bertujuan untuk mengetahui:
1)
Perbedaan
hasil belajar yang akan diperoleh antara siswa.
2)
Perbedaan
hasil belajar pada pelaksanaan pembelajaran antara siswa yang memiliki
kecenderungan cara berpikir menyeluruh dan memusat .
3)
Pengaruh
interaksi antara strategi pembelajaran dari cara berpikir siswa terhadap hasil
belajar siswa di sekolah. Untuk menentukan karakteristik keberhasikan proses
belajar mengajar, ada baiknya untuk tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan belajar, hasil belajar, dan hubungan dengan strategi pembelajaran.[24]
Belajar adalah proses perubahan yang
terjadi sebagai hasil dari pengalaman
individu, bukan karena proses pertumbuhan fisik. Belajar juga sering
didefinisikan sebagai perubahan yang relative menetap (permanen) dalam
tingkah laku (behavior) yang disebabkan oleh latihan atau pengalaman.Belajar
merupakan proses yang dapat mengubah manusia baik sifat secara kualitas maupun
kuantitas yang bersifat aktif dan positif. Artinya, dalam perubahan yang
merupakan hasil belajar dari proses belajar tersebut harus mempunyai implikasi
yang sangat sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan dan sekaligus
sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.
Hasil belajar
pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa ketrampilan dan perilaku baru
sebagai akibat latihan atau penaglaman.Dalam hal ini, hasil belajar dapat
didefinisikan sebagai tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh
siswa dalam mengikuti program belajar mrengajar sesuai dengan tujuan pendiidkan
yang ditetapkan.[25]
F.
Bimbingan Siswa
Menurut Piet A. Sahertian,
diselenggarakannya suatu lembaga pendidikan bertujuan untuk kegiatan pendidikan
yang akan menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial,
dan religius.[26]
Pendidikan dalam kerangka ini merupakan sarana pembentuk manusia yang
dipersiapkan untuk masa waktu sekarang
dan masa yang akan datang.[27]
Sekolah sebagai lembaga yang
mengembangkan proses pembelajran dengan tujuan mengembangkan pengetahuan siswa,
kepribadian, aspek sosial emosional, ketrampilan-ketrampilan, bertanggung jawab
memberikan bimbingan dan bantuan
terhadap peserta didik yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional maupun
sosialmsehingga dapat tumbuh berkembang secara optimal sesuai dengan potensi
masing-masing.[28]
Bimbingan pendidikan bertujuan untuk
menumbuhkan perilaku dan sikap mental dan melatih serta mengembangkannya ke
arah nilai yang positif. Untuk membimbing serta menumbuhkan sikap mental yang
dan perilaku yang baik ini, alat pendidikan, seperti menerapkan disiplin, memberi tugas dan
tanggung jawab kepada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing.[29]
Bimbingan mental dan sikap ini dapat
dilakukan melalui sanksi yang berjenjang. Dengan demikian, bekal pendidikan
yang berisi penambahan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai serta
sikap-sikap yang harus diarahkan untuk mengembangkan sifat yang cocok untuk
runtutan hidup dan kehidupan masa kini, di sini dan masa yang akan datang.
Seperti sikap-sikap hemat, sederhana, disiplin, selalu berikhtiar, menghargai
waktu, berorientasi masa depan, dan berusaha mengatasi alam. Misalnya menggunakan
paying bila hujan, percaya pada diri sendiri, bekerja untuk menaikkan prestasi,
meminta upah atau bayaran bila telah selesai melaksanakan tugas dan lain
sebagainya.[30]
Sikap tanggung jawab merupakan
indikator penting, bahwa sesesorang memiliki nilai lebih, misalnya kualitas
merupakan dambaan banyak orang.Setiap tindakan apabila tidak dilandasi dengan
sikap tanggung jawab merupakan hal yang sangat mendesak dalam pembentukan watak
seseorang.Oleh karena itu, sudah saatnya dunia pendidikan kita harus mengubah
orientasinya dari orientasi kognitif ke arah orientasi afektif (tanggung jawab)
atau dari kecerdasan intelektual (IQ) ke arah kecerdasan spiritual (SQ) dan
emosional (EQ).[31]
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam interaksi antara guru dan murid adalah:
1)
Interaksi
bersifat profesional.
2)
Dalam
interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil belajar
mengajar.
3)
Peranan
dan kedudukan guru yang tepat dalam proses interaksi dalam belajar dan
mengajar.
4)
Interaksi
dalam proses belajar mengajar.
5)
Sarana
kegiatan proses belajar mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya
interaksi belajar mengajar secara efektif dan efisien.[32]
Jadi, dalam interaksi antara guru
dan murid, guru berfungsi sebagai pendidik, pengajar, pemimpin, fasilitator,
dan pengganti orang tua di rumah.Sebagai pengjar, guru menyediakan situasi dan
kondisi belajar siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Artinya, guru
menyediakan seperangkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta sarana dan
prasarana. Guru sebagai pemimpin artinya harus bersifat demokratis, terbuka mau
mendengarkan pendapat orang lain, keluhan, perasaan, ide muridnya, serta
bersedia bekerja sama, saling mengerti, dan toleransi. Jadi, guru tidak
berkuasa penuh, bertindak atas pertimbangan menguntungkan dirinya saja tanpa
memikirkan kepentingan siswanya.Disamping itu, guru tidak boleh bersifat masa
bodoh, tetapi mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan
siswanya.
Dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan hubungan guru dan murid, sering terjadi hambatan-hambatan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.Hambatan-hambatan itu disebabkan siswa kurang
berdisiplin tidak menghormati guru dan selalu mengganggu temannya yang sedang
belajar kurang memiliki rasa tanggung jawab.Dalam hal seperti inilah, peranan
guru sebagai pemimpin dalam menentukan strategi, memilih metode, dan pendekatan
yang bervariasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya.Perilaku siswa dalam interaksi seperti ini ada yang positif dan
negatif.Perilaku yang positif perlu mendapat apreasi, pujian dan pemberian
hadiah. Seorang ahli yang terkenal
“Thorndike” menyebutkan respon yang dihargai cenderung diulang dalam
situasi tertentu, sedangkan respon yang tidak diberi penghargaan cenderung
untuk tidak diulang.[33]
Berarti tingkah laku apapun yang
dilakukan siswa, baik dalam kelas maupun di luar kelas yang bersifat positif
perlu diberikan apresiasi.Disamping memberikan penghargaan dalam interaksi,
dikenal pula hukuman atau sanksi. Hukuman serta sanksi atau penghargaan,
apresiasi yang diberikan kepada siswa harus didasarkan atas pertimbangan
sebagai berikut:
1)
Penghargaan
atau hukuman diberikan atas dasar fungsi yang sebenarnya, artinya pada situasi
tertentu penghargaan atau hukuman perlu diberikan secara tepat.
2)
Penghargaan
atau hukuman diberikan disesuaikan dengan tinngkah laku dan kepribadian siswa.
3)
Penghargaan
atau hukuman harus dikaitkan dengan tujuan yang jelas, artinya diarahkan untuk
mempermudah proses pendidikan.
Jadi, dengan memberikan sanksi atau
hukuman kepada siswa, dapat menekan tingkah laku yang kurang baik.Sedangkan
apresiasi atau penghargaan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang
tepat.Dengan demikian, apapun bentuk dan model interaksi di sekolah pada
umumnya bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan pendapat bahwa
interaksi belajar mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantarkan siswa
mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.[34]
Alat pendidikan adalah segala usaha
atau tindakan yang dengan sengaja digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.Penggunaan
alat pendidikan harus disesuaikan dengan tujuan, keadaan siswa, situasi
pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Penyesuaian alat pendidikan dengan
hal-hal tersebut akan memberikan pengaruh yang kuat dalam diri peserta didik
untuk menginternalkan pesan yang ada dalam pembelajaran atau pendidikan.
Sering terjadi tindakan para
pendidik memberika kesan kurang mendidik bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan hilangnya
kepercayaan siswa terhadap para pendidik atau guru di sekolah karena banyak peserta
didik yang selalu mengidentifikasikan diri dengan citra (profil) para pendidik
yang selalu dihormati. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang tokoh pendidik
Salzman yang menulis buku “BUKU SEMUT” dan “ BUKU KEPITING”.
Dalam Buku Kepiting terlihat gambar seekor induk kepiting dan anaknya
sedang mengikuti jalannya, “Nak, jalan ikuti Ibu”. “anak menjawab, “Ya, Bu”. Memang
anak kepiting mengikuti jalannya Ibu, karena Ibu jalannya begitu, maka anak
kepiting juga berjalan seperti itu.[35]
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa proses pendidikan akan berlangsung dengan cara meniru atau mengikuti pola
tingkah laku seorang tokoh. Dalam hal ini, gurulah yang menjadi tokoh bagi anak
di sekolah, disamping pula orng tua di rumah.Dalam kerangka yang demikian,
pendidikan merupakan sarana pembentuk manusia yang seutuhnya sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Oleh sebab itu, dalam dunia
pendidikan ada langkah untuk membatasi tindakan peserta didik supaya tidak jauh
dari nilai-nilai pendidikan yang salah satunya adalah sanksi.Dalam menerapkan
sanksi terhadap tindakan melanggar disiplin dan tanggung jawab pada siswa,
perlu diperhatikan informasi tentang diri siswa. Tanpa mengetahui informasi
tersebut, guru akan kesulitan dalam menerapkan bimbingan menuju ke arah
perubahan perilaku yang positif.[36]
S. Nasuton yang dikutip oleh Heri
Sukarman, hal-hal yang harus diketahui guru tentang diri anak adlah sebagai
berikut:
1) Keterangan
pribadi anak, nama orang tua/wali, tanggal masuk.
2)
Kepandaian: nilai raport, hasil-hasil tes, dan tingkat kelas.
3) Kesehatan: penyakit, cacat badan dan kebiasaan hidup, serta
perkembangan berat badan, tinggi badan, dan lain sebagainya.
4) Keadaan rumah, pekerjaan ibu dan bapak, pendidikan orang tua,
agama orang tua, suasana rumah, dan lain sebagainya.
5) Riwayat sekolah: kerajinan bersekolah, hukuman yang diperoleh,
hadiah dan pujian.
6)
Kesanggupan siswa istimewa: hobi.
7) Sifat-sifat pribadi (watak), suka bergaul,
pendiam, jujur, dan lain sebagainya.
8)
Cita-cita untuk kemudian hari.[37]
Dengan demikian
tanpa mengenal pribadi peserta didik secara dekat, proses pendidikan akan sulit
dilakukan karena peserta didik memiliki berbagai latar belakang, watak atau
karakter tersebut. Semakin mengetahui pribadi siswa, penerapan tindakan
tanggung jawab dalam memberikan tugas semakin mudah. Pada akhirnya dapat
membantu kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.[38]
G.
Pengelolaan Aktivitas Siswa
Para kepala sekolah, tenaga
pengajar, dan tenaga profesinal lainnya harus menyadari bahwa titik pusat
tujuan sekolah adalah menyediakan program pendidikan yang direncanakan untuk
memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan, pribadi, dan kebutuhan
kemasyarakatan serta kepentingan individu bagi peserta didik. Para peserta didik
merupakan klien utama yang harus dilayani. Oleh sebab itu, para peserta didik
harus dilibatkan secara aktif dan tetap, tidak hanya dalam proses belajar
mengajar, tetapi juga dalam kegiatan sekolah.
Pembinaan atau pengelolaan aktivitas
siswa dalam hal ini diartikan sebagai usaha atau kegiatan memberikan bimbingan,
arahan, pemantapan, peningkatan terhadap pola pikir, sikap mental, prilaku
serta minat, bakat dan ketrampilan para peserta didik melalui program
ekstrakurikuler dalam mendukung keberhasilan program kurikuler. Pengelolaan
aktivitas peserta didik ini diarahkan untuk kepentingan peserta didik yang
dilakukan oleh sekolah dalam pelayanannya.
Pengelolaan peserta didik merupakan
bagian kebijakan pendidikan dan berjalan searah dengan program kurikuler.Dalam
program kurikuler, para peserta didik lebih ditekankan pada kemampuan
intelektual yang mengacu pada kemampuan berpikir rasional, sistematik, analitik
dan metodis. Sedangkan, program pengelolaan aktivitas peserta didik melalui
kegiatan ekstrakurikuler, di samping untuk mempertajam pemahaman terhadap
keterkaitan dengan mata pelajaran kurikuler, para peserta didik juga dibina ke
arah mantapnya pemahaman, kesetiaan, dan pengalaman nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, watak dan kepribadian, berbudi pekerti
luhur, kesadaran berbangsa dan bernegara, ketrampilan dan kemandirian, olahraga
dan kesehatan, persepsi, apresiasi dan kreasi seni.[39]
Tujuan peserta didik menurut McKnow,
seperti yang dikutip oleh Richard Gorton, adalah sebagai berikut:
1)
Membantu
semua peserta didik belajar bagaimana menggunakan waktu luang mereka secara
lebih bijaksana.
2)
Membantu
semua peserta didik meningkatkan dan memanfaatkan secara membangun dalam bakat
dan ketrampilan unik yang mereka miliki.
3)
Membantu
semua peserta didik mengembangkan minat, bakat dan ketrampilan kreasi baru.
4)
Membantu
semua peserta didik mengembangkan sikap yang lebih positif terhadap nilai
kegiatan yang kreatif.
5)
Membantu
semua peserta didik meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam fungsinya
sebagai pemimpin atau anggota kelompok.
6)
Membantu
semua peserta didik mengembangkan sikap yang lebih realistis dan positif
terhadap dirinnya sendiri dan orang lain.
7)
Membantu
semua peserta didik mengembangkan sikap yang lebih positif terhadap sekolah,
sebagai hasil partisipasi dalam program kegiatan peserta didik.[40]
Pengelolaan
peserta didik mempunyai nilai strategis, di samping sebagai faktor penentu
keberhasilan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa depan, sasarannya adalah peserta
didik yang usianya 6-18 tahun, suatu tingkat perkembangan usia peserta didik,
ketika secara psikis dan fisik peserta didik sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, suatu periode usia yang ditandai dengan kondisi kejiwaan yang
tidak stabil, agresivitas yang tinggi, dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.
Oleh sebab itu,
pengelolaan peserta didik usia sekolah yang di dalamnya mengandung berbagai
nilai perlu dilaksanakan secara berstruktur dan berkelanjutan. Nilai-nilai yang
ada dalam pengelolaan tersebut, seperti meningkatkan mutu gizi, perilaku
kehidupan beragama dan berperilaku yang terpuji, penanaman rasa cinta tanah
air, disiplin dan kemandirian, peningkatan daya hidup bermasyarakat, serta
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.Nilai-nilai tersebut perlu
dikembangkan dalam pengelolaan atau pembinaan peserta didik secara terstuktur
dan terkoordinasi yang baik.[41]
Dalam
pengorganisasian dan pengoordinasian program kegiatan peserta didik, kepala
sekolah hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1)
Setiap
kegiatan dan juga keseluruhan program hendaknya memiliki tujuan yang dirumuskan
dan ditulis secara jelas.
2)
Setiap
kegiatan harus diarahkan oleh Pembina (penanggung jawab) yang berkualitas dan
bermotivasi tinggi.
3)
Harus
ada deskripsi peran tertulis bagi setiap pembina (penanggung jawab) begitu pula
program pengembangan untuk meningkatkan kompetensi.
4)
Harus
ada deskripsi peran tertulis untuk setiap petugas peserta didik untuk
masing-masing kegiatan dan program yang harus ditawarkan untuk membantu mereka meningkatkan
kompetensi mereka.
5)
Berbagai
rapat organisasi yang diadakan dan merupakan bagian dari program kegiatan
peserta didik harus direncanakan dengan baik.
6)
Deskripsi
yang sempurna tentang program kegiatan peserta didik harus disebarkan kepada
peserta didik dan kelompok terkait pada awal tujuan ajaran sekolah.
7)
Harus
ada pengarah kegiatan peserta didik dan dewan penasihat guru peserta didik
untuk keseluruhan program.
8)
Program
kegiatan peserta didik dan masing-masing kegiatan harus dievaluasi secara
periodik untuk meyakinkan efektivitas dan mengidentifikasi bidang-bidang yang
perlu diperbaiki.
9)
Masing-masing
kelompok peserta didik dalam kegiatan peserta didik harus menyiapkan laporan
akhir tahun untuk disebarkan kepada semua kelompok terkait.[42]
H.
Kehadiran
Siswa di Sekolah
Kehadiran siswa
disekolah biasa disebut dengan istilah presensi siswa.Pengertian presensi siswa
menandung dua arti, yaitu masalah kehadiran disekolah (scool attendance) dan
ketidak hadiran disekolah (non scool attendance).Kehadiran dan ketidak hadiran
disekolah dianggap merupakan masalah penting dalam pengelolaan siswa diseklah,
kerena hal ini sangat erat hubungannya dengan prestasi belajar siswa.Disamping
itu ketidak hadiran disekolah bisa merupakan gambaran tentang ketertiban suatu
sekolah.Sehingga tidak mengherankan apabila ditetapkan suatu aturan, bahwa
siswa yang kehadirannya kurangdari 80% tidak diperkenankan mengikuti
ujian-ujian.
Format buku presensi
NO
|
Nama
|
Tanggal
|
Keterangan
|
Jmlh
|
|||||||||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
A
|
S
|
I
|
||||||||||
Berbagai macam
studi telah meneliti sebab-sebab ketidak hadiran siswa disekolah. Yaitu
faktor-faktor penyebab dan sumber-sumber penyebab ketidak siwa hadiran
disekolah
1.
Faktor-faktor
penyebab ketidak hadiran siswa.
Faktor-faktor
penyebab ketidak hadiran siswa pada umumya dibedakan kedalam dua jenis, yaitu :
faktor kesehatan dan non kesehatan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
dari 50% ketidak hadiran siswa disebabkan oleh faktor kesehatan.Sedangkan
ketidak hadiran karena faktor non kesehatan bisa bermacam-macam, misalnya siswa
harus membantu urusan keluarga dirumah, diajak pergi oleh orang tua atau
keluarga yang lain, dan sebagainya.
2. Sumber-sumber penyebab ketidak hadiran siswa.
Sumber-sumber
penyebab ketidak hadiran siswa disekolah bisa dibedakan dalam empat jenis,
yaitu : lingkungan sekolah, lingkungan rumah tangga, lingkungan masyarakat, dan
siswa sendiri.
a)
Lingkungan
sekolah sebagai sumber penyebab.Ada beberapa hal yang menjadikan Lingkungan
sekolah sebagai penyebab ketidak hadiran siswa antara lain :
-
Suasana
sekolah yang kurang menarik
-
Letak
geografis sekolah
-
Sarana
pendidikan
-
Tarikan
uang
b)
Rumah
tangga sebagai sumber penyebab.
Ada beberapa
hal yang menjadikan Rumah tangga sebagai penyebab ketidak hadiran siswa antara
lain :
-
Orang
tua yang selalu sibuk sehingga kurang menaruh perhatian terhadap anak-anaknya.
-
Situasi
ekonomi keluarga yang terlalu buruk.
-
Sikap
orang tua yang selalu memanjakan anak.
-
Orang
tua yang sering mengajak anaknya bepergian.
-
Keluarga
yang kurang harmonis, sering cekcok, (broken home)
c)
Masyarakat
sebagai sumber penyebab.
Ada beberapa
hal yang menjadikan Masyarakat sebagai penyebab ketidak hadiran siswa antara
lain :
-
Kebiasaan
dalam masyarakat
-
Perayaan
atau upacara-upacara
d)
Siswa
sebagai sumber penyebab.
Ada beberapa
hal yang menjadikan siswa sebagai penyebab ketidak hadiran siswa antara lain :
-
Sifat
malas pada anak.
-
Anak
membolos karena pengaruh teman.
-
Sering
dihukum karena melanggar tata tertib sekolah.
-
Prestasi
rendah dan sering mengalami kegagalan.
-
Sering
tidak mengerjakan pekerjaab rumah, sehingga tidak berani/tidak diperkenankan
masuk sekolah.[43]
I.
Pembinaan Kedisiplinan Siswa
Masalah
disiplin merupakan masalah penting yang dihadapi sekolah-sekolah dewasa
ini.Bahkan sering masalah displin digunakan sebagai barometer pengukur kemampuan
kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya.
1. Pengertian disiplin.
Dalam kamus Administrasi, The liang
Gie merumuskan pengertian disiplin sebagai berikut :
“Disiplin adalah suatu keadaan
tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada
peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati”.
Dari pengertian diatas, apabila kita
terapkan dalam kelas atau sekolah, maka pengertian disiplin kelas atau sekolah
dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Disiplin
kelas/sekolah ialah keadaan tertib dimana para guru, staf sekolah dan siswa
yang tergabung dalam kelas/sekolah, tunduk kepada peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan dengan senang hati”
2. Beberapa teknik pembinaan disiplin kelas.
Dalam pembinaan disiplin kelas, kita mengenal
beberapa teknikatau cara yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam kelas.
a) Teknik
pengendalian dari luar (external control technique).
Yaitu
pengendalian dari luar, yang berupa bimbingan dan penyuluhan.Yang perlu
diperhatikan ialah, bahwa penggunaan tehnik ini hendaklah disesuaikan dengan
tingkat perembangan anak didik.Padaa kelas-kelas rendah SMTP/SMTA dapat
diterapkan tehnik external control secara ketat. Namun pada kelas-kelas yang
lebih tinggi hendaklah makin diintensifkan penguasaan tehnik “inner control”
yang akan diuraikan dibawah ini
b) Tehnik pengendalian dari
dalam(inner control technique)
Kesadaran akan disiplin hendaknya
tumbuh dan berkembang dalam diri tiap siswa kearah disiplin diri sendiri.
Dengan kesadaran terhadap norma-norma, peraturan-peraturan tata tertib yang
ditentukan, diharap para siswa dapat mengendalikan dirinya sendiri kearah
pembinaan dan perwujudan diri sendiri.
c) Tehnik pengendalian kooperatif (cooperative control technique)
Disiplin kelas
yang baik mengandung kesadaran akan tujuan bersama antara guru dan siswa dan
tujuan bersama ini merupakan tujuan yang diterima sebagai “pengendali” dimana
situasi belajar mengajar tercegah dari suasana yang tidak diinginkan baik oleh
guru maupun siswa.[44]
J.
Kenaikan Kelas dan Penjurusan
Persyaratan-persyaratan kenaikan
kelas dan penentuan jurusan program telah diatur secara terinci dalam kurikulum
SMA-1984. Tetapi, apakah setelah peraturan-peraturan/pedoman-pedoman itu
dirumuskan secara terinci dan jelas akan
menjamin pelaksanaan kenaikan kelas dan penjurusan siswa berjalan secara mulus
dan lancar? Tidakkah masih akan timbul permasalahan? Kenyataanya tidaklah
demikian. Permasalahan-permasalahan
masih timbul dan minta pemikiran-pemikiran untuk menyelesaikannya.
Beberapa
masalah yang timbul antara lain:
a) Masalah-masalah yang timbul dalam proses kenaikan kelas.
Dalam hal ini
seorang wali kelas berperan penting dalam mengambil sebuah keputusan antara
naik dan tidak naik kelas bagi seorang siswa, dalam hal kenaikan kelas,
prakeputusan-prakeputusan itu bisa berbentuk tiga macam, yaitu:
(1) Siswa dengan tegas bisa dinaikkan kelas
(2) Siswa dengan tegas tidak dinaikkan kelas
(3) Siswa yang meragukan, artinya ada kemungkinan siswa bisa
dinaikkan, tetapi ada juga kemungkinan siswa tidak dinaikkan.[45]
Kenaikan kelas
merupakan cermin akhir evalusi untuk menentukan keberhasilan siswa/siswi dalam
proses belajar mengajar selama setahun sebelumnya, dengan tujuan untuk
menduduki tingkat selanjutnya.
Macam-macam kenaikan kelas
a.
Naik
kelas
b.
Naik
kelas bersyarat
c.
Tidak
naik kelas
Kriteria kenaikan kelas
a.
Naik
kelas
Siswa/siswi
dinyatakan naik kelas di dasarkan perolehan nilai di dasarkan perolehan nilai
pada proses kegiatan belajar mengajar selama 2 semester dan mempertimbangkan
hasil Penilaian Kegiatan Belajar Mengajar selama 1 tahun.
b.
Naik
kelas bersyarat
1.
Siswa
dapat dinyatakan naik kelas bersyarat dengan jumlah nilai kurang melebihi dari
ketentuan.
2.
Siswa
yang mempunyai nilai rata antara 5.5 s.d. 6.00 dapat di nyatakan naik kelas
bersyarat jika nilai suluk baik (nilai yang didasarkan pada tingkat pelaksanaan
tata tertib siswa, dengan memperhatikan dokumen pelanggaran dari siswa
masing-masing).
3.
Siswa
yang mempunyai nilai pelajaran khusus, yaitu kurang dari norma yang dinyatakan
naik kelas bersyarat jika mempunyai suluk yang baik.
4.
Siswa
yang dinyatakan naik kelas karena pertimbangan nilai kurang, maka akan diadakan
pemanggilan orangtua dan di lakukan pemantauan peningkatan capaian nilai selama
tengah semester, dan jika tidak ada perkembangan kemampuan/ capaian nilai maka
yang berangkutan akan di kembalikan pada posisi kelas semula.
5.
Siswa
yang dinyatakan naik kelas karena pertimbangan komulatif pelanggaran tata
tertib, maka akan di adakan pemangglan orangtua dan dilakukan pemantauan
perkembangan tingkah laku selama tengah semester, dan jika tidak ada perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik maka yang bersangkutan akan di kembalikan
kepada orangtuanya.
c.
Tidak
naik kelas
1.
Siswa
dapat dikatakan tidak naik kelas meskipun memiliki nilai rata-rata diatas nilai
norma, apabila mempunyai nilai suluk kurang.
2.
Siswa
dinyatakan naik kelas apabila melakukan mutasi/pindah sekolah.[46]
Ø Penjurusan
Penjurusan
merupakan salah satu proses penempatan atau penyaluran dalam pemilihan program
pengajaran para siswa SMA. Dalam penjurusan ini, siswa diberi kesempatan
memilih jurusan yang paling cocok dengan karakteristik dirinya.Ketepatan
memilih jurusan dapat menentukan keberhasilan belajar siswa, begitupun
sebaliknya.
Tujuan
penjurusan antara lain, mengelompokkan siswa sesuai kecakapan, kemampuan bakat,
dan minat yang relatif sama. Membantu mempersiapkan siswa melanjutkan studi dan
memilih dunia kerja. Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecocokan atas
prestasi yang akan di capai di waktu mendatang (kelanjutan studi dan dunia kerja).
Ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam
penjurusan:
1.
Prestasi
belajar. Kemampuan siswa dapat berwujud kecakapan nyata dan kecakapan
potensial.
2.
Minat
siswa. Minat seseorang ditandai rasa senang atau tidak senang, suka atau tidak
suka terhadap pekerjaan, benda, situasi, dll. Minat timbul karena adanya
informasi atau pengetahuaan tentang suatu pekerjaaan, benda, atau situasi.
3.
Harapan orangtua. Berdasarkan pengalaman, ada
orang tua memaksa anaknya masuk kejurusan tertentu, tetapi kemampuan anaknya
tidak mendukung.
4.
Hasil
psikotes. Tes psikologis ini dapat melengkapi hasil tes prestasi belajar, yaitu
mengukur kawasan-kawasan perilaku yang belum terungkap oleh prestasi belajar.
5.
Daya
tampung. Penjurusan juga disesuaikan daya tampung sekolah. Artinya, beberapa
kelas menampung atau menerima program bahasa, ipa, ips, dan agama,tergantung
kebijaksanaan atau ketentuan yang ada.[47]
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam proses penjurusan antara lain:
a)
Siswa
dengan tegas dijuruskan ke suatu jurusan tertentu.
b)
Siswa
yang meragukan untuk dijuruskan.
c)
Siswa
tidak dapat dijuruskan ke semua jurusan.
d)
Siswa
yang serba bisa dijuruskan ke jurusan mana saja.[48]
K.
Perpindahan Siswa
Perpindahan siswa sering disebut
dengan istilah mutasi siswa. Perpindahan siswa sebenarnya mempunyai 2
pengertian yaitu:
1)
Perpindahan
siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis.
Perpindahan
siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain pada hakikatnya adalah perpindahan
wilayah atau temapat. Jenis sekolah, tingkat/kelas dan jurusan/program studi di
sekolah baru sama dengan jenis sekolah, kelas/tingkat dan jurusan pada sekolah
yang lama. Contoh: kelas XI IPA Madrasah Aliyah Sunan Ampel pindah ke XI IPA
Madrasah Aliyah Sunan Gunung Jati.[49]
Adapun syarat-syarat perpindahan/mutasi siswa ke sekolah lain
adalah:
a)
Siswa
tidak mempunyai masalah dengan pihak sekolah.
b)
Mempunyai
nilai yang memuaskan atau dinyatakan naik kelas.
c)
Apabila
nilainya jelek, maka siswa tersebut tetap
bersekolah di tempat yang lama.
d)
Perpindahan
siswa harus mendapat persetujuan tertulis
dari institusi pengirim.
Syarat bagi
Institusi Penerima adalah:
a)
Daya
tampung kelas yang ditetapkan masih memungkinkan.
b)
Tersedianya
anggaran dalam institusi tersebut dan memenuhi ketentuan yang berlaku.[50]
2)
Perpindahan
siswa dari suatu jenis program ke jenis program lain.
Program yang tersedia dalam sekolah/madrasah diantaranya yaitu IPA,
IPS, Bahasa dan Agama dan lain-lain. Siswa kelas X yang akan naik ke kelas XI,
sekaligus menentukan program yang dipilih. Siswa yang telah ditentukan jenis
program, dimungkinkan untuk pindah ke jenis program yang lain. Dari program IPS
ke Bahasa atau sebaliknya bahkan ke program lain, perpindahan tersebut harus
memenuhi persyratan tertentu yaitu:
a)
Siswa
harus telah mengikuti program yang telah dipilih (ditentukan), sekurang-kurangnya
dalam 1 semester. Hal ini berarti setelah 2 semester mengikuti program yang
dipilih, masih dimungkinkan untuk pindah program yang alain.
b)
Siswa
harus memenuhi jumlah mata pelajaran yang dituntut untuk program yang dituju.
Dalam hal ini mata pelajaran yang telah diperoleh, ditinjau, diteliti apakah
ada keserasian dengan mata pelajaran program yang baru dan yang diinginkan.
Dalam hal ini kemungkinan akan didapati mata pelajaran yang sesuai dan ada yang
tidak sesuai. Contohnya: program IPA (fisika, kimia, biologi) pindah ke program
IPS (sosiologi, ekonomi, geografi). Hal ini mungkin ada keserasian dan tidaknya
karena program IPA mempelajari tentang alam ataupun tentang kehidupan,
sedangkan program IPS memepelajari tentang usaha ataupun uang Negara seperti:
perpajakan, akuntansi dan lain lain.
c)
Siswa
harus mempunyai keyakinan penuh bahwa program baru lebih sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Untuk meyakinkan hal tersebut harus didukung oleh
informasi yang cukup dan dapat dipercaya dan mendapat rekomendasi dari petuga
BP.
d)
Perpindahan
program harus mendapatkan persetujuan dari orang tua atau wali siswa yang
bersangkutan. Hal ini untuk mencegah kesalahpahaman, apabila dikemudian hari
timbul masalah-masalah. Misalnya: waktu belajar yang mau tidak mau mesti lebih
panjang, banyak mata pelajaran yang harus diambil dan dikuasai oleh siswa untuk
memenuhi program yang baru.
Mengingat
perpindahan program akan membawa konsekuensi yang mungkin banyak yang kurang
mengenakkan, maka pada saat penjurusan usahakanlah menetukan jurusan bagi siswa
yang setepat-tepatnya dengan memanfaatkan berbagai data yang selengkapnya.
Dengan demikian akan memberikan kemungkinan kecil untuk pindah program dan bila
terpaksa terjadi perpindahan program, usahakan perpindahan program ituterjadi
pada semester I kelas XI.[51]
L.
Kelulusan dan Alumni
Kelulusan adalah pernyataan dari
sekolah sebagai suatu lembaga tentang telah diselesaikannya program pendidikan
yang harus diikuti oleh siswa. Setelah seseorang siswa selesai mengikuti
seluruh program pendidikan di suatu sekolah dan berhasil lulus dalam ujian,
maka kepadanya diberikan surat keterangan atau sertifikat, tang umumnya disebut
IJAZAH atau STTB (Surat Tanda Tamat Belajar).
Hubungan sekolah dan alumni memang
perlu tetap terpelihara.Dari hubungan dengan alumni ini, sekolah bisa
memanfaatkan hasil-hasilnya.Sekolah bisa menjaring berbagai informasi.Misalnya,
informasi tentang materi-materi pelajaran yang mana kiranya sanagt membantu
studi di perguruan Tinggi.Mungkin juga informasi tentang lapangan kerja yang
bisa dijangkau bagi alumni yang tidak melanjutkan study.
Adapun pengelola di sekolah yang
kiranya cocok untuk menangani masalah hubungan dengan alumni ini, jika sudah
ada ialah Humas Sekolah. Namun, untuk keperluan informasi tentang perguruan
tinggi, materi-materi kurikulum yang perlu mendapat perhatian, serta hal-hal
lain tentang lapangan kerja, kiranya tidak ada salahnya apabila petugas
Bimbingan Penyuluhan (BP) ikut ambil bagian dalam hal ini.
Hubungan antara sekolah dengan para
alumni dapat dipelihara lewat pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
para alumni, yang biasa disebut dengan “REUNI”. Dalam pertemuan reuni inilah
sekolah bisa memanfaatkan kesempatan tersebut guna menjaring berbagai informasi
dari para alumni.Jika mungkin, sekolah bisa membuat catatan-catatan, data-data
tentang para alumni.Siapa-siapa yang melanjutkan studi di perguruan tinggi dan
jika memungkinkan tentang prestasi yang mereka capai.Jika ada yang tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi, maka mereka bisa memperoleh lapangan kerja dan
jika mungkin bagaimana hasil kerjanya. Catatan/data tentang alumni yang
berprestasi merupakan bahan humas sekolah ayng cukup bisa diandalkan dalam
rangka mempromosikan sekolah, tanpa banyak mengeluarkan dana.[52]
M.
Kegiatan Ekstra Kelas
Adalah kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan sekolah, namun pelaksanaannya di luar jam pelajaran.Ada 2 macam
kegiatan ekstra kelas yaitu:
1)
Kegiatan
ekstra kurikuler
Adalah kegiatan pelajaran yang diselenggarakan di luar jam
pelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan sore hari, bagi sekolah-sekolah yang masuk
pagi dan dilaksanakan pagi hari bagi sekolah yang masuk sore.Kegiatan ekstra
kurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan salah satu bidang pelajaran yang
diminatai oleh sekelompok siswa. Misalnya: kesenian, olahraga, berbagai macam
ketrampilan, kepramukaan dan lain-lain.
2)
Kegiatan
ko kurikuler
Kegiatan
ini dilaksanakan berbagai bentuk. Misalnya: mempelajari buku-buku pelajaran
tertentu, mengerjakan pekerjaan rumah, dan dapat juga dengan kegiatan beberapa
hari di luar sekolah atau di luar kampus. Dalam kegiatan ini para
siswa/mahasiswa melaksanakan tugas yang “berbau” membantu masyrakat. Misalnya:
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) oleh para mahasiswa atau kegiatan “off Campus
Teaching” oleh Mahasiswa Pendidikan Guru. Di sana siswa/mahasiswa melaksanakan
kegiatan dalam bidang masing-masing. Seperti: memeriksa kesehatan masyarakat di
daerah tersebut, bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Membantu mengajar di
sekolah bagi mahasiswa Kependidikan/Keguruan dan siswa SPG. Namun, mereka juga
bekerja dalam bidang lain, seperti: memperbaiki jalan yang rusak, membantu
pelaksanaan penghijauan, mengajar membaca dan menulis kepada warga masyarakat,
melatih berbagai macam ketrampilan sesuai dengan kemampuan amsing-masing mahasiswa/siswa.
Karena itu, dalam kegiatan Ko Kurikuler di sekolah/kampus mengerahkan segala
tenaga dan kemampuan untuk keperluan tersebut. Semua staf sekolah baik tenaga
akademik maupun tenaga administratif akan terlibat di dalamnya.
Dari hal-hal
tersebut dapatlah mengetahui betapa besar fungsi kegiatan ekstra kelas bagi
para siswa/mahasiswa.Kegiatan ekstra kelas memberi kesempatan kepada
siswa/mahasiswa untuk mengembangkan minat dan menemukan minat-minat yang baru,
menanamkan rasa tanggung jawab warga Negara melalui pengalaman-pengalaman dan
pandangan-pandangan, terutama pengalaman kepemimpinan, kesetiakawanan,
kerjasama dan kegiatan-kegiatan mandiri.Dalam kegiatan ekstra kelas dapat
dikembangkan semangat dan moral sekolah.Memberi kesempatan kepada anak-anak dan
remaja untuk memperoleh kepuasan dalam kerjasama, meningkatkan kekuatan mental
dan jasmani, mengenal lingkungan secara lebih baik, memeperluas hubungan dan
pergaulan, serta memberi kesempatankepada mereka untuk berlatih mengembangkan
kemampuan kretifitasnya.
Gambaran
kegiatan ekstra kelas terhadap efektifitas penyelenggaraan sekolah yaitu:
1)
Untuk
meningkatkan efektivitas kerja sama antara para siswa, guru-guru, staf
administrasi dan supervisi/pengawasan.
2)
Untuk
lebih mempersatupadukan berbagai bagian dalam sekolah.
3)
Untuk
memberikan sedikit pengetahuan dalam rangka membantu para remaja dalam
menggunakan waktu senggangnya.
4)
Untuk
memberi kesempatan yang lebih baik kepada para guru agar lebih memahami
kekuatan-kekuatan yang dapat memotivasi para siswa dalam memberikan respon
terhadap berbagai situasi problematic yang mereka hadapi.
Kegiatan ekstra kelas terhadap masyarakat yaitu:
a)
Untuk
meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat secara lebih baik.
b)
Untuk mendorong perhatian yang lebih besar
dari masyarakat dalam membantu sekolah.[53]
N.
Organisasi Intra Sekolah (OSIS)
Merupakan wadah/arena tempat
kehidupan siswa sebagai calon warga Negara.
1.
Nilai
dan fungsi OSIS.
OSIS adalah suatu organisasi.Oleh karena itu nilai dari OSIS adalah
nilai berorganisasi. Pengalaman berorganisasi diantaranya yaitu:
a)
Pengalaman
memimpin.
b)
Pengalaman
bekerjasama.
c)
Hidup
demokratis.
d)
Berjiwa
toleransi.
e)
Pengalaman
mengendalikan organisasi.
Adapun fungsi
OSIS adalah fungsi pembinaan siswa. Pembinaan siswa mempunyai tujuan, agar
siswa nantinya bisa menjadi warga Negara yang baik dan berguna. Warga yang baik
dan berguna adalah warga Negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
cerdas, dan terampil, berbudi pekerti luhur, berkepribadian dan bersemangat
kebangsaan, menjadi manusia-manusia pembangunan, yang mampu membangun dirinya
sendiri dan bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Sedangkan tujuan khusus OSIS adalah:
a)
Mempersiapkan
siswa menjadi warga Negara yang memiliki jiwa Pancasila, kepribadian luhur,
moral dan mental yang tinggi, berkecakapan serta memiliki pengetahuan yang siap
untuk diamalkan.
b)
Mempersiapkan
siswa menjadi warga Negara yang mengabdi kepadaTuhan Yang Maha Esa, tanah air
dan bangsanya.
c)
Menggalang
persatuan dan kesatuan siswa yang kokoh dan akrab di sekolah dalam satu wadah
OSIS.
d)
Menghindarkan
siswa dari pengeruh-pengaruh yang tidak sehat mencegah siswa dijadikan sasaran
perebutan pengaruh serta usaha kepentingan sesuatu golongan (dalam rangka usaha
peningkatan Ketahanan sekolah).[54]
2.
Struktur
organisasi OSIS.
Dalam organisasi OSIS mendapat pembinaan dan bimbingan dari Majlis
Pembimbing OSIS (MBO). Majlis Pembimbing OSIS terdiri atas Guru-guru Pembina
Seksi dan diketahui langsung oleh Kepala Sekolah. Dengan demikian segala
kegiatan OSIS tetap dalam pembinaan, pengawasan, dan tanggungjawab Kepala
Sekolah.
M.B.O
|
KETUA UMUM KETUA
I-II-III
|
Wakil-Wakil
Kelas
|
Kasi
Olah Raga
|
Kasi
Kesenian
|
Kasi
Rekreasi
|
Sekretaris
|
Bendahara
|
M.P.K
|
KaKK
Drama
|
KaKK
Tari
|
KaKK
Karawitan
|
Kelas
I-II-III
|
Keterangan: M.B.O : Majlis pembimbing Osis
M.P.K. :
Musyawarah Perwakilan Kelas
Kasi: Ketua
Seksi
KaKK: Ketua
Kelompok Kegiatan[55]
3.
Tugas
kewajiban dan bidang kegiatan OSIS
Secara singkat tugas kegiatan OSIS adalah membantu mengusahakan
kelancaran pelaksanaan program pengajaran dan pembinaan generasi muda di
sekolah.Usaha ini hampir keseluruhannya dilaksanakan dalam kegiatan extra
kurikuler. Adapun tugas kewajiban OSIS adalah:
a)
Merpertinggi
moral dan etik.
Misalnya dengan menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan,
ceramah-ceramah agama, ceramah-ceramah filsafat Pancasila beserta penemalannya
dalam kehidupan sehari-hari, ceramah tentnag bahaya narkotika dan lain-lain.
b)
Memperdalam
rasa kebangsaan.
Misalnya dengan mengintensifkan peringatan-peringatan hari-hari
pahlawan dan nasional, ziarah ke makam pahlawan, melengkapi kelas dengan
lambing Negara, bendera merah putih, teks Pancasila, karyawisata ke tempat yang
bersejarah.
c)
Memperdalam
rasa cinta tanah air dan lingkungan.
Misalnya dengan berwisata ke tempat yang indah. Berkemah menikmati
keindahan, kesegaran dan kebebasan. Mendaki gunung. Usaha ikut memelihara
kelestarian dan keindahan alam sekitar.
d)
Memajukan
kesenian.
Misalnya dengan mengadakan latihan-latihan, pembinaan-pembinaan
serta lomba dalam berbagai cabang seni. Seperti: seni tari, seni suara, seni
music, seni drama dan lain-lain.
e)
Memajukan
olahraga
Dengan mengadakan latihan-latihan, pembinaan serta lomba dalam
berbagai cabang olahraga. Seperti: senam, atletik, permainan maupun pembelaan
diri dan lain-lain.
f)
Mengobarkan
semangat belajar dan bekerja keras.
Misalnya dengan membentuk kelompok-kelompok belajar, kelompok
diskusi, kelompok tugas kerja. Seperti:kelompok 5K di sekolah (Keamanan,
Ketertiban, Keberhasilan, Keindahan, Kekeluargaan/kedamain).
g)
Menggiatkan
pengabdian pada masyarakat.
Misalnya denagn ikut serta dalam perbaikan saluran air atau
selokan-selokan di desanya, ikut serta dalam usaha kebersihan dan pemberantasan
penyakit menular dan lain sebagainya.
h)
Menggiatkan
usaha social.
Misalnya
ikut serta dalam usaha pengumpulan zakat fitrah, pengumpulan dana korban
bencana alam, usaha pencarian donor darah untuk Palang Merah Indonesia.
Adapun bidang
kegiatan OSIS diantaranya yaitu:
a)
Kegiatan
bidang ilmiah, seperti: ceramah dan diskusi.
b)
Kegiatan
bidang olahraga, seperti: senam, olahraga, beladiri.
c)
Kegiatan
bidang kesenian, seperti: tari, drama, seni suara, seni rupa dan lain-lain.
d)
Kegiatan
bidang kesehatan, seperti: masalah gizi, kesehatan lingkungan.
e)
Kegiatan
bidang cinta alam, seperti: mendaki gunung, berkemah.
f)
Kegiatan
bidang social, seperti: pengumpulan korban bencana alam, pengumpulan donor
darah.
g)
Kegiatan
bidang keagamaan, seperti: pengumpulan zakat fitrah, santunan anak yatim.
h)
Kegiatan
bidang koperasi (sekolah), seperti: usaha melengkapi kebutuhan siswa, melengkapi
perpustakaan sekolah.[56]
O.
Instrumen
Administrasi Kesiswaan
Untuk mempermudah
dan memperlancar jalannya administrasi kesiswaan maka perlu ditunjang oleh
berbagai instrumen atau alat kelengkapan yang diperlukan. Instrumen yang
dimaksud antara lain breupa buku-buku, format-format yang digunakan untuk
merekam semua data dan informasi yang berkenaan dengan siswa. Adapun
instrumen-instrumen yang dimaksud antara lain:
1. Buku Induk
1. Buku Induk
Buku induk merupakan buku pokok, karena didalamnya memuat
semua informasi yang dianggap lengkap mengenai keadaan siswa. Informasi
tersebut dapat meliputi identitas pribadi siswa sampai pada informasi mengenai
nilai-nilai hasil belajar yang diperoleh siswa selama belajar di sekolah yang
bersangkutan. Buku induk ini sangat penting dimiliki oleh setiap sekolah karena
melalui buku induk ini akan dapat diketahui berapa jumlah siswa yang terdaftar,
identitas siswa secara lengkap. Adapun contoh buku induk seperti berikut:
NIS :
NISN
:
NAMA
LENGKAP SISWA :
TEMPAT,
TANGGAL LAHIR :
JENIS
KELAMIN :
ALAMAT :
NAMA
AYAH :
NAMA
IBU
:
ALAMAT
WALI :
AGAMA
:
ANAK
KE- :
JUMLAH
SAUDARA :
ALAMAT
:
TAHUN
PENDAFTARAN :
ASAL
SEKOLAH :
KETERANGAN
ORANG TUA
NO
|
KETERANGAN
|
AYAH
|
IBU
|
1
|
NAMA
|
||
2
|
TEMPAT,
TANGGAL LAHIR
|
||
3
|
PENDIDIKAN
TERTINGGI
|
||
4
|
PEKERJAAN
|
||
5
|
PENGHASILAN
PERBULAN
|
||
6
|
ALAMAT
|
KETERANGAN
WALI
NO
|
KETERANGAN
|
||
1
|
NAMA
|
||
2
|
TEMPAT, TANGGAL LAHIR
|
||
3
|
PENDIDIKAN TERTINGGI
|
||
4
|
PEKERJAAN
|
||
5
|
PENGHASILAN PERBULAN
|
||
6
|
ALAMAT
|
3.
Buku
Klaper
Buku ini
berfungsi untuk membantu buku induk memuat data murid yang penting-penting.
Pengisiannnya dapat diambil dari buku induk tetapi tidak selengkap buku induk
itu. Daftar nilai juga tercatat. Kegunaan utama buku klaper adalah untuk
memudahkan mencari data murid, apalagi belum diketahui nomor induknya. Hal ini
mudah ditemukan dalam buku klaper karena nama murid disusun menurut abjad.
3. Buku/Daftar Keadaan Siswa
Buku ini menggambarkan keadaan jumlah keseluruhan
siswa di sekolah. Biasanya gambaran keadaan siswa di suatu sekolah akan terus
teridentifikasi setiap bulannya.
4. Daftar Hadir Siswa
Daftar hadir siswa ini dibuat untuk
mengendalikan keaktifan siswa mengikuti kegiatan di sekolah.
5. File Penyimpan Berkas Siswa
Berkas-berkas
yang sifatnya terlepas-lepas perlu diarsipkan dengan baik oleh sekolah,
misalnya foto copy STTB, akte kelahiran, surat keterangan pindah dan
sebagainya. Semua berkas itu sebaiknya dibundelkan menurut kelompok masing-masing,
sehingga berkas itu akan mudah ditemukan bila diperlukan.[57]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kegiatan
Administrasi Kesiswaan Meliputi :
- Mengatur
kegiatan penerimaan siswa baru
- Mengatur
kegiatan orientasi siswa baru
- Mengatur kegiatan
Ekstrakurikuler
- Pengelolaan
kelas
- Pembinaan
disiplin murid/siswa
- Mengatur
pemberian bimbingan dan penyuluhan
- Mengatur
kenaikan kelas dan penjurusan
- Pengelolaan
OSIS (organisasi siswa intra sekolah)
- Pengelolaan
data siswa
- Promosi
dan mutasi
2. Instrumen administrasi kesiswaan terdiri dari : - Buku induk
- Buku klaper
- Buku /dafatar keadaan siswa
- Daftar hadir siswa
- File penyimpan berkas siswa
B.
SARAN
Dari
uraian yang telah dipaparkan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa
administrasi kesiswaan merupakan suatu proses pengurusan segala hal yang
berkaitan dengan siswa. Ia merupakan bagian dari tugas dari kepala sekolah yang
secara garis besar memberikan layanan bagi siswa. Karenanya diharapkan kepala
sekolah untuk lebih baik karena hal ini menjadi sangat penting sebab
keberhasilannya akan menentukan baik buruknya generasi yang akan memegang
tongkat estafet perjuangan bangsa di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang.Administrasi
Pendidikan. Malang: IKIP Malang.
1989.
Rohiat.Manajemen Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama. 2010.
Soetopo, Hendyat. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional. 1982.
Gunawan, Ary.Administrasi Sekolah, Administrasi Pendidikan Mikro.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 1996.
Prihatin, Eka. Manajement Peserta Didik. Bandung: ALFABETA.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis di Sekolah. Jakarta: Direktorat SLTP. 2001.
Sagala, Syaiful. Administrasi Pendidikan Kontemporer.
Bandung: CV. Alfabeta. 2009.
Hamalik, Oemar .Proses Belajar Mengajar.Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2007.
Muhaimin, KTSP: Wujud Otonomi Sekolah/Madrasah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), 241.
Ihsan, Fuad.Dasar-dasar Pendidikan: Komponen MKDK. Jakarta:
PT Rineka Cipta. 2001.
E. Mulyasa.Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Rosdakarya. 2004.
Rosestyah N.K., Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem.
Jakarta: Bina Aksara. 1986.
Suprayekti.Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas
Dirjen Pendasmen, Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003.
Sukarman, Heri.Dasar-dasar Didaktik dan Penerapannya dalam
Pembelajaran.Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendasmen. 2003.
Gotton, Richard .School Administracion: Challenge and Opportunity
for Leadership. American: WM.C. Brown Company Publisher. 1976.
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Jakarta : PT.
Rineka Cipta. 2004.
[1] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan
(Malang: IKIP Malang 1989), 89.
[2] Rohiat, Manajemen
Sekolah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 25.
[3] Hendyat
Soetopo, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), 98.
[4]Ary Gunawan, Administrasi
Sekolah, Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996),
9.
[5] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011),159.
[6] Eka Prihatin. Manajement
Peserta Didik. (Bandung: ALFABETA), 9.
[7] Ibid, 10.
[8] Ibid, 11-12.
[9] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan
(Malang: IKIP Malang 1989), 90.
[10] Ibid, 91-92.
[11] Ibid, 93-94.
[12] Ibid, 95-97.
[13] Ibid, 98.
[14] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011),168-169.
[15] Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
di Sekolah, (Jakarta: Direktorat SLTP, 2001), 22.
[16] Syaiful
Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: CV. Alfabeta,
2009), 5.
[17] Oemar Hamalik,
Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), 127.
[18] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri . (Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 171-172.
[19] Ibid, 173-174.
[20] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 175.
[21] Moeslichaton
Rosjidan, “Dasar-dasar Psikologi dalam Pendidikan”, dalam Tim Dosen
FIP-KIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1998), 120-121.
[22] Ibid: 123.
[23] Muhaimin, KTSP:
Wujud Otonomi Sekolah/Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 241.
[24] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri . (Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 177-178.
[25] Ibid, 179-181.
[26] Fuad Ihsan, Dasar-dasar
Pendidikan: Komponen MKDK, (Jakarta: PT Rineka cipta, 2001), 16.
[27] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 192.
[28] E. Mulyasa, Manajemen
Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: Rosdakarya,
2004), 20.
[29] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 194.
[30] Tim Dosen
FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988), 224.
[31] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri . (Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011),196.
[32] Rosestyah
N.K., Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: Bina Aksara.
1986), 37.
[33] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri . (Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 197-198.
[34] Suprayekti, Interaksi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendasmen, Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2003), 6.
[35] Tim Dosen
FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988), 34.
[36] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 201.
[37] Heri Sukarman,
Dasar-dasar Didaktik dan Penerapannya dalam Pembelajaran, (Jakarta:
Depdiknas Dirjen Pendasmen, 2003), 7.
[38] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 202.
[39] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 203.
[40] Richard A.
Gotton, School Administracion: Challenge and Opportunity for Leadership,
(American: WM.C. Brown Company Publisher, 1976), 321.
[41] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri .(Jogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011), 204.
[42] Richard A.
Gotton, School Administracion: Challenge and Opportunity for Leadership,
(American: WM.C. Brown Company Publisher, 1976), 322.
[43] Tim Dosen
FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988), 104-108.
[44] Ibid, 108-112.
[45] Ibib, 112-113.
[46] Eka Prihatin. Manajement
Peserta Didik. (Bandung: ALFABETA), 117-119.
[47] Ibid, 120-132.
[48] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan,
(Malang: IKIP Malang, 1989), 115.
[49] Ibid,
118-119.
[50] Eka Prihatin, Manajemen
Peserta Didik, (Bandung: ALFABETA, 2011), 143.
[51] Tim Dosen
Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan,
(Malang: IKIP Malang, 1989), 119-120.
[52] Ibid, 120-121.
[53] Ibid, 122-125.
[54] Ibid, 127.
[55] Ibid, 128-129.
[56] Ibid, 130-131.
[57] Suryosubroto, Manajemen
Pendidikan Di Sekolah, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), 80-81.
0 komentar:
Posting Komentar