Selasa, 14 April 2015

Metode langsung

Diposting oleh Ayam Maknyuss di 02.47
A.    Pengantar
Kita mengetahui bahwasanya eksistensi Pembelajaran Bahasa Arab telah berabad-abad umurnya. Makin maju perkembangan jaman dan teknologi makin maju dan beragam pula tujuan pengajaran dan pembelajaran Bahasa Arab. Bahasa Arab seperti bahasa-bahasa lain nya, memiliki empat kemahiran yakni kemahiran menyimak (istimā’), kemahiran berbicara (kalām), kemahiran membaca (qirā’ah) dan kemahiran menulis (kitābah).
Ada pernyataan seperti “اللغة في الأساس, هي الكلام”.[1] Dan ada pula yang mengatakan “jika seseorang menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu berbicara dalam bahasa tersebut”. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa kemahiran berbicara (kalām) mengisyaratkan bahwa seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu, keterampilan berbicara bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar. Karena kemahiran ini sangat terkait dengan pelafalan, gramatika, kosakata, diskursus, keterampilan mendengarkan, dan lain lain. Maka Penggunaan metode dan strategi atau teknik yang didasari oleh pendekatan (approach) yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil dari tujuan pembelajaran bahasa.

B.    Pembelajaran Kalam
1.     Definisi
Telah banyak literatur yang membahas tentang definisi dari kemahiran berbicara (kalam) atau speaking skill ini, diantaranya menurut Henry Guntur Tarigan, “Kemahiran berbicara pada hakikatnya adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.[2]
Dalam kamus Oxford, mendefinisikan kata speaking adalah “to express or communicate opinions, feelings, ideas, etc by or as talking and it involves the activities in the part of the speaker as psychological, physiological (articulator) and physical (acoustic) stages”.[3] Dan pada literatur lain dikatakan, speaking is process of building and sharing meaning through the use of verbal and non-verbal symbols, in variety of contexts.[4]
Dan seorang ahli bahasa bernama Theodore Huebner mengatakan “Language is essentially speech, and speech is basically communication by sounds”.[5] Berdasarkan pendapat dari Theodore ini, dapat dikatakan bahwa kemahiran berbicara ini adalah kemahiran atau keterampilan yang dipakai oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari, di sekolah atau pun di luar nya. Kemahiran ini membutuhkan banyak latihan, yang pada dasarnya bukan proses kemampuan intelektualitas tetapi meliputi kemampuan menerima dan mengirim pesan.[6]
Dalam literatur lain dikatakan, Berbicara adalah kemahiran dapat diperoleh dengan menuntut kepada kemampuan penggunaan suara dengan cermat, kemampuan bentuk-bentuk gramatikal, sistem dan rangkaian kata yang dapat membantu mengungkapkan sesuatu yang ingin ia katakan ketika berdialog.[7] Artinya, berbicara merupakan ungkapan proses persepsi yang mendorong untuk berbicara atau mengeluarkan ide, dalam bentuk dialog, tersusun dalam bentuk bahasa yang dapat diterjemahkan atau diterima oleh receiver/mustami’ (pendengar), yang ada dalam bentuk perkataan. Segala proses ini tidak dapat diamati, karena merupakan proses batin di luar pesan lisan yang berbicara.[8]
Selain itu, berbicara juga dianggap sebagai proses emosi sosial. Yang didalam nya terdapat sumber atau ide dari berbagai pemikiran, maksud yang dapat diambil, dari pembicara kepada pendengar. Ini berarti bahwa berbicara adalah proses yang dimulai dengan suara dan diakhiri dengan proses komunikasi bersama pengguna bahasa asli yang diajak bicara dalam konteks sosial. Oleh karena itu, tujuan berbicara adalah mentransfer makna.[9]
Dari berbagai definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya kegiatan berbicara di dalam kelas bahasa hendaknya mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh kemampuan mendengarkan, kemampuan mengucapkan, dan penguasaan kosa kata serta ungkapan yang memungkinkan anak didik dapat mengkomunikasikan maksud atau fikirannya. Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak didik dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan dorongan kepada anak didik agar berani berbicara kendatipun dengan resiko salah.

2.     Urgensi
Beberapa faktor mengapa pembelajaran kalam ini begitu penting, diantara adalah sebagai berikut:
a.      Anak-anak maupun dewasa lebih banyak menggunakan kemahiran berbicara nya daripada menulis dan membaca, bahkan anak-anak lebih dahulu berbicara daripada belajar membaca dan menulis.[10]
b.     Ketika sebuah keluarga mengajarkan bahasa asing kepada anaknya, yang diharapkan adalah anak nya mampu berbicara dengan bahasa tersebut.
c.      Banyak orang dewasa yang mempelajari suatu bahasa tujuan utamanya adalah dapat berbicara dengan bahasa tersebut.
d.     Kesuksesan belajar berbicara bahasa asing mendorong untuk mempelajari dan mendalami bahasa tersebut.
e.      Kita tidak dapat membayangkan kemungkinan keberlangsungan mempelajari membaca dan menulis dengan bahasa asing tanpa belajar berbicara.
f.      Sekarang kita mengajarkan anak-anak kita lebih banyak mendengar siaran radio, menyaksikan program televisi dan film dan kita kurang cenderung membaca dan berkomunikasi dengan kata-kata tertulis.
g.     Ketika seseorang membaca dan menulis ia hanya berfikir tentang penyelesaian sesuatu yang ia pelajari secara lisan, mendengar dan berbicara. Dalam pelajaran membaca, misalnya, di balik baris-baris kalimat kita mencari sesuatu yang sesuai dengan bahasa lisan dimana kita memasukkan pemikiran dan gagasan yang tidak tampak dalam kalimat tertulis. Dalam pelajaran menulis kita menuliskan sesuatu yang dikatakan secara lisan kepada diri kita sendiri. Sedangkan ketika kita menulis bahasa sastra, maka dengan cara dialog internal kita berusaha mencari kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat dan gambar-gambar yang mengungkapkan keindahan sastra tentang makna yang kita inginkan.
h.     Proses mempelajari bahasa itu sendiri dan memanfaatkan guru bertumpu pada berbicara. Seorang guru dalam memberikan pelajaran dan membenarkan kesalahan pelajar melalui perkataan, bahkan sampai ketika ia membenarkan tulisan pelajar ketika ia mengujinya secara lisan.
i.       Ada sebuah realita yang dikuatkan oleh beberapa pelajaran dan pengalaman di lapangan yang menyatakan bahwa: Mayoritas orang-orang yang belajar bahasa asing melalui membaca dan menulis saja mereka gagal ketika pertama kali membiasakannya secara lisan.[11]
3.     Faktor-Faktor Penghambat
Faktor-faktor yang dapat menghambat pembelajaran berbicara, sehingga sering menemui kegagalan:
a.      Kurikulum yang kurang menekankan pada kemahiran berbicara.
b.     Kualifikasi guru yang kompeten terbatas.
c.      Kondisi kelas yang sering tidak kondusif untuk melakukan aktifitas berbicara yang intens.
d.     Kesempatan untuk mempraktekkan di luar kelas terbatas.
e.      Ujian-ujian yang tidak menekankan pada kemahiran berbicara.[12]
f.      Buku-buku (Bahasa Arab) umumnya, lebih banyak menekankan dan mengedepankan aspek gramatika saja, sementara aspek komunikasi kurang mendapatkan perhatian dan prioritas.[13]
4.     Tujuan
Ada beberapa tujuan umum dari pembelajaran kalam, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.     Bagi pembelajar mubtadi’ (beginner):
1)     Pelajar dapat melafalkan suara-suara Bahasa Arab dan mengemukakan ragam logat dan intonasi yang beragam dengan cara yang diterima dari pengguna bahasa asli (native speaker).
2)     Mengucapkan suara yang berdekatan dan mirip.
3)     Mengetahui perbedaan antara ucapan berharakat pendek dan harakat panjang.
b.     Bagi pembelajar mutawasith (lanjutan) (intermediate):
1)     Mengungkapkan pikirannya menggunakan bentuk-bentuk gramatikal yang tepat.
2)     Mengungkapkan pikirannya menggunakan sistem bahasa yang benar dan struktur kata dalam Bahasa Arab, khususnya bahasa dialog.
3)     Menggunakan beberapa ciri khusus pengungkapan lisan seperti, bentuk mudzakar, muannats, membedakan ‘adad (bilangan), hal, struktur fi’il (kata kerja) dan waktu kata kerja serta hal-hal lain yang sudah semestinya digunakan oleh penutur Arab.
c.      Bagi pembelajar mutaqaddim (tingkat atas) (advanced):
1)     Mendapatkan kekayaan kata dalam bahasa lisan yang sesuai dengan usia penutur, tingkat kedewasaan dan kemampuannya; dan menggunakan kekayaan kata ini dalam menyempurnakan proses-proses komunikasi modern.
2)     Menggunakan bentuk-bentuk budaya Arab yang diterima dan sesuai dengan usia,  tingkat sosial masyarakat dan model kerjanya; dan mendapatkan sebagian pengetahuan dasar dari kitab-kitab peninggalan Arab Islam (turats).
3)     Mengungkapkan tentang dirinya sendiri dengan pengungkapan yang jelas dan dapat dipahami dalam posisi berbicara yang sederhana.
4)     Mampu berfikir dengan Bahasa Arab dan berdialog dengan Bahasa Arab dengan terus menerus dan saling berhubungan untuk sesuai beberapa waktu nya.[14]
Selain beberapa tujuan umum dari pembelajaran kalam di atas, sesungguh nya ada pula tujuan praksis dari belajar berbicara dalam bahasa asing atau target, yang didasari oleh banyak aktifitas manusia serta mewujudkan tujuan manusia, di antara nya adalah:
a.      Meminta sesuatu kepada pelajar atau apapun.
b.     Bertanya tentang tempat, waktu dan orang.
c.      Meminta orang lain melakukan sesuatu atau apapun.
d.     Membuat hubungan kasih sayang antara rekan-rekan sesama pelajar bahasa.
e.      Menceritakan kisah sederhana atau mengatakan sesuatu kepada orang lain.
f.      Menyibukkan orang-orang sekitar dengan dialog hingga membuat janji.
g.     Member pemahaman kepada orang lain, mengarahkan dan menunjukkan mereka.
h.     Memenuhi kebutuhan sehari-hari dan melaksanakan kegiatan kewajiban.[15]
5.     Unsur-Unsur Penting dalam Pembelajaran Kalam
a.     Pengucapan (Nutqu)
Salah satu hal terpenting dari beberapa hal tersebut adalah suara. Sebab, para pendidik berpendapat bahwa sangatlah urgen mengajarkan pengucapan sejak awal dengan Pembelajaran yang benar. Berucap adalah unsur terbesar dalam bahasa yang sulit dirubah atau dibenarkan setelah dipelajari dengan keliru.
Perlu benar-benar diperhatikan bahwa yang dicari dari pengucapan ini bukanlah  pelajar dapat mengucapkan dengan sempurna, sesuai dengan sistem suara bahasa dan penguasaan para pelafalnya. Akan tetapi, yang dimaksud penguasaan di sini adalah kemampuan mengeluarkan suara dimana pelajar mampu berbicara dengan pengguna bahasa asli, tanpa memperdulikan kesamaan sempurna dalam mengeluarkan suara, logat dan intonasi dengan pengguna bahasa asli.[16]
b.     Kosa Kata (Mufradāt)
Memberikan kata-kata dengan tema-tema yang diucapkan oleh pelajar lebih diutamakan, sehingga akan dapat mencakup tema-tema penting dalam kehidupannya. Telah banyak pengalaman dan cara yang mungkin digunakan untuk mengembangkan kosa-kata agar dapat mengembangkan kemampuan dalam berbicara bagi para pelajar. Di antaranya adalah memberikan beberapa pertanyaan dan jawaban, membuat dialog dan kisah seputar hal-hal yang ada dalam kehidupan para pelajar, pengalaman bersama di dalam kelas dan di dalam lingkup sekolah seperti perdebatan umum, menerima tamu, berbasa-basi dan menggunakan sarana-sarana sekolah. Selain itu, dapat pula dengan menggunakan beberapa bentuk kosa-kata yang telah umum. Dan ketika pelajar mengoleksi sekumpulan besar kosa-kata, maka guru harus membantunya sekali lagi mengulangi fungsi kosa kata tersebut secara lisan mirip seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.
Memang ada beberapa kata yang sulit diberikan melalui cara kontekstual ini atau dengan cara lain yang kita gunakan. Dalam hal ini, kita dapat memberikan kosa-kata  dengan cara memberikan definisi kata-kata atau ungkapan tersebut. Selain itu, dapat pula dengan cara memberikan contoh makna atau mengungkapkan dengan gerakan dan isyarat. Dengan mendahulukan proses belajar bahasa, maka kemampuan pelajar dalam menentukan makna kata-kata baru akan semakin luas.
Meskipun telah disinggung untuk menggunakan sebagian sarana kosa-kata  yang umum, akan tetapi bukanlah berarti sebaiknya berfokus untuk membekali para pelajar dengan segunung kata yang terdapat dalam kosa-kata yang terpisah. Kata-kata tersebut tidak akan berarti tanpa konteks kalimat. Demikian halnya ia tidak akan berarti bila hanya dihafal saja. Sebuah kata mungkin akan berarti lain dalam konteks kalimat yang lain dan kata-kata tersebut terkadang tidak sesuai dengan kata-kata yang dibutuhkan oleh pelajar dan tidak dapat memenuhi untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar berbicara suatu bahasa.
Menguasai kata-kata bukanlah satu-satunya kesulitan dalam membentuk kosa-kata. Sebab, pelajar akan lelah mengingat kata-kata yang telah ia pelajari sebelumnya, dan pada saat yang sama, ia harus menerima kata-kata baru. Oleh sebab itu, untuk dapat mengembangkan kosa-kata bagi pelajar, haruslah melalui beberapa hal berikut:
1.     Mendahulukan kata-kata yang berhubungan langsung dengan posisi dimana para pelajar mengucapkan tentang diri mereka.
2.     Memberikan kesempatan membiasakan kata-kata komunikasi.
3.     Berusaha mengulangi mengungkapkan kata-kata tersebut dalam beberapa tahap sistematis hingga mereka tidak lupa.[17]
c.      Tata Bahasa (Qawāid)
Hal yang sering kali disepelekan oleh para pemerhati pendidikan bahasa asing adalah penjelasan tentang gramatikal. Bahkan, kita melihat sebagian mereka benar-benar tidak mengakuinya. Di samping itu, para pelajar bahasa asing sering kali meneriakkan bahwa gramatikal bahasa tidaklah wajib dalam belajar menggunakan bahasa, yakni bukanlah sebuah keharusan dalam berbicara menggunakan bahasa tersebut. Meskipun kenyataannya demikian, namun ada kenyataan yang tidak mungkin diingkari bahwa bahasa diikat dengan sekumpulan gramatikal yang sudah selayaknya diketahui dengan baik oleh penutur bahasa tersebut dan yang harus diketahui oleh orang yang ingin mempelajarinya, baik dipelajari pada awal masa belajar ataupun akhir belajar, dengan sadar atau tidak sadar. Kita sendiri, ketika mengakui hal ini, hanyalah mengakui dalam keadaan benar-benar menyadari bahwa kesulitan mempelajari gramatikal tidak dapat diselesaikan dengan masa bodoh terhadap permasalahan ini. Gramatikal adalah satu hal yang wajib dipelajari dalam mempelajari kemahiran bahasa.
Ada beberapa hal yang menjadikan kita sadar bahwa gramatikal adalah satu hal penting dari beberapa hal yang sudah selayaknya mendapat perhatian dalam pembelajaran berbicara. Bila kita melihat buku-buku pendidikan bahasa asing, kita akan menemukan bahwa pelajaran gramatikal biasanya diberikan melalui salah satu dari dua cara berikut.
Pertama, memberikan gramatikal baru melalui dialog atau pemberian kisah, kemudian menarik kesimpulan dan menggunakan kesimpulan tersebut pada dialog-dialog lain.
Kedua, memberikan pelajaran gramatikal baru melalui contoh-contoh dalam bentuk kalimat di awal pelajaran kemudian mengupas gramatikal dan menyempurnakan dengan memberi penjelasan terkait gramatikal tersebut, sesuai dengan keinginan pengajar, dengan memberikan latihan atau mengajukan beberapa pemahaman melalui penjelasan yang mendukung dengan contoh-contoh mudah dilanjutkan dengan tes latihan.[18]

C.    Pendekatan Audio Visual
Kita dapat menggunakan pendekatan audio visual dalam pembelajaran berbicara. Dalam pengenalan ini dapat menggunakan banyak cara, seperti gambar dan percontohan dan rangkaian dialog serta mengungkapkan ciri-ciri. Semua cara ini dapat digunakan untuk menafsirkan makna dan menghubungkan dengan suara kemudian mengucapkannya. Menggunakan pendekatan audio visual  ini didasarkan pada beberapa sebab berikut:
a.      Hubungan gambar dan suara akan meminimalisir rasa membutuhkan akan bahasa ibu. Makna dan lafal disini berhubungan langsung tanpa perlu terintegrasi dengan bahasa ibu.
b.     Cara-cara ini menarik perhatian sejak awal hingga melatih para pelajar memikirkan bahasa asing dengan bahasa asing itu sendiri.
c.      Tidak perlu banyak menulis, karena kata-kata yang diucapkan tidak hanya berhubungan dengan rangkaian bicara yang benar namun juga disertai makna-makna yang diungkapkan oleh gambar yang dapat membantu menjaga ucapan dan mengeluarkan kembali hanya dengan melihat gambar.
d.     Belajar dengan audio visual hanya bertumpu pada pemaparan visual disertai ingatan audio serta penggunaan mulut. Tidak diragukan lagi bahwa mata, pendengaran, berbicara dan penggunaan audio visual akan mengukuhkan kemampuan berbicara.
e.      Pendekatan audio visual mengandung faktor-faktor yang mempengaruhi pelajar hingga ia diberi tugas praktik menggunakan ungkapan-ungkapan yang ia hafal dari mendengar. Selain itu, perasaanny dan akan merasa bahwa ia mempelajari sesuatu yang berguna. Ia menghidupkan orang-orang dalam gambar dan ia menyertakan dirinya dalam posisi-posisi nyata dan bergerak.
f.      Pendekatan audio visual akan terus berkembang agar dapat mencakup berbagai metode, teknik dan strategi.[19]
1.     Teknik Langsung
Teknik/Strategi[20] langsung adalah strategi yang umum digunakan pembelajaran dan belajar bahasa-bahasa asing. Sepertinya, teknik inilah yang tenar disebut direct method.[21] Teknik ini berdasar pada kenyataan bahwa prinsip utama dari prinsip psikologi bahasa yang dapat langsung digunakan dalam tempat-tempat belajar di ruang belajar. Adalah salah orang yang menduga bahwa teknik ini khusus untuk pelajaran kata dan kalimat saja tidak digunakan dalam pembelajaran berbicara. Sebab, teknik ini tidak hanya memberikan pembelajaran kata dan struktur baru saja, namun juga memberikan pembelajaran gramatikal bahasa dan beragam kemahiran bahasa. Tanpa disadari metode ini banyak digunakan di tempat-tempat dan cara-cara pembelajaran. Teknik ini digunakan dalam metode ceramah, debat, penjelasan, pemberian lagu, pemberian kisah. Mayoritas tempat belajar membutuhkan aktifitas, penggambaran dan gerakan dalam pembelajaran bahasa asing.
Pemikiran mendasar yang mendasari teknik ini adalah hubungan kata-kata dengan sesuatu yang menunjukkan pada kata-kata tersebut, kemudian hubungan sesuatu dengan konteks dan hubungan konteks dengan ungkapan dalam bahasa yang dipelajari. Karena memang konteks terkadang menjadi ide, peristiwa atau posisi yang benar-benar hidup, maka setelah itu muncul hubungan konteks makna (ide atau peristiwa) dengan eksperimen atau pengalaman nyata dimana ide atau konteks memberikan denyut hakikatnya.
Tahapan-Tahapan Penggunaan Metode Langsung
Pengajar terkadang menggunakan teknik ini dengan cara mengucapkan nama benda-benda yang ada dalam ruang belajar lalu meminta para pelajar mengulanginya. Setelah itu, ia akan mampu sedikit lebih maju, maka ia pun menghubungkan nama-nama tersebut dengan beberapa peristiwa yang ada dalam kelas, misalnya:
Pengajar mengucapkan nama-nama, seperti: كتاب, كرسي, طباشر, سبورة, ممساحة dan lain sebagainya. Kemudian pengajar menghubungkan nama-nama tersebut:
أين الكتاب؟ الكتاب على المكتب. أين الكرسي؟ الكرسي وراء المكتب. Dan begitu seterusnya.
Benda-benda ini dapat terjadi di dalam kelas. Kata-kata di sini  diajarkan melalui beberapa aktifitas sederhana seperti mencari buku, kursi, kapur tulis dan lain-lain,  dilanjutkan dengan mencari tempat-tempat dimana keduanya berada, seperti tiang sekolah dan kotak kayu serta atap.
Setelah itu, pelajar dapat lebih maju dengan mengembangkan aktifitas tersebut sehingga menyatu dan menjadi penggambaran sebuah kisah yang dilakukan oleh para pelajar atau membentangkan gambar. Semua posisi-posisi belajar ini menuntut untuk berbicara. Seperti ketika membentangkan gambar, proses belajar dapat dimulai dengan bentuk seperti berikut:
أين سنقيم المعرض؟ - في الفصل, في فناء المدرسة dan lain-lain.
Demikianlah, proses belajar semakin meluas dan selalu disertai dialog secara langsung yang dihubungkan dengan benda-benda dan peristiwa. Salah satu hal lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan gambar dan tulisan serta peta yang digantungkan di tembok kelas dengan memberikan beberapa pertanyaan terkait benda tersebut. Pengajar meminta para pelajar menjawab pertanyaan yang diajukan. Sesekali meminta mereka menjelaskan dan berbicara tentang benda tersebut, memilih bagian gambar atau tulisan lalu membicarakannya, atau garis lintas, atau anak yang melintas di jalan raya, atau memaparkan beberapa tempat atau warung makan dan sebagainya selama ia mampu memaparkan sesuatu yang ada dalam gambar atau tulisan. Sedangkan peta, pengajar dapat menceritakan kisah terkait dengan negara, kota, pantai, sungai, produk penghasilan dan lain sebagainya. Pengajar, misalnya, dapat menceritakan tentang Mesir:
اسمها : مصر, لغتها : العربية, نهرها : النيل, اسم ابنها : مصري, عاصمتها : القاهرة, دينها : الاسلام.
Akan tetapi, tidak tepat membicarakan gambar yang akan menjadi pertanyaan yang dapat dijawab dengan satu kata atau satu kalimat saja, sebaliknya sebaiknya mengutamakan rangkaian makna yang ada terkait pembicaraan. Metode ini, pada awalnya mungkin sulit ketika memulai pelajaran dalam kalam. Namun demikian, pengajar dapat memberikan materi dengan sederhana dan terus menerus hingga dalam benaknya terdapat banyak tempat dan peristiwa. Para pelajar akan terus menggabungkan beberapa tempat hingga mereka dapat mengajukan beberapa pertanyaan terkait aktifitas dan penggambaran yang dapat dikumpulkan di akhir belajar kemudian menempatkannya dalam sebuah daftar yang dapat digunakan sebagai alat bantu pada saat yang tepat.[22]
2.     Menggilir Peran (Role Play)
Teknik ini juga termasuk dalam kerangka pengenalan audio visual, terintegrasi dengan metode langsung, dan diterapkan dengan sedikit perbedaan dengan metode langsung. Teknik ini berfokus pada peristiwa sebagai ganti dari benda. Artinya, memperluas cakupan makna dalam ungkapan  dan beralih dari kata dan kalimat kepada posisi terintegrasi yang memuat rangkaian peristiwa berseri dan berhubungan. Biasanya, metode ini digunakan pada tahap awal  mempelajari sesuatu. Pengajar memberikan beberapa aktifitas dengan satu tema, kemudian mengiringinya dengan memberikan penjelasan tentang masing-masing aktifitas dari seluruh aktifitas tersebut. Setelah itu para pelajar melakukan aktifitas tersebut dalam beberapa  kelompok kecil. Kemudian salah satu kelompok berbicara dalam bentuk paduan suara, atau meminta masing-masing pelajar menjelaskan apa yang ia lakukan atau masing-masing pelajar berputar dan berbicara sambil melakukan apa yang ia katakan.
Misalnya, pengajar berdiri dari tempatnya dan menuju ke pintu lalu membuka kemudian menguncinya. Ketika ia melakukan hal itu ia berkata:
نا أقوم من مكاني, أنا أتجه الى الباب, أنا أغلق الباب.  أ
Pengajar mengulangi perbuatannya tersebut beberapa kali. Kemudian setelah itu ia mulai berdiri dari tempatnya dan bertanya: ماذا أفعل الأن؟ Salah satu pelajar menjawab:
نت تتجه الي الباب أ
Demikianlah, pengajar terus mengulangi melakukan aktifitas beruntun disertai dengan pertanyaan dan jawaban. Proses belajar dengan model ini akan berkembang disertai berkembangnya beberapa kalimat dan reaksi, misalnya:
a.      Pelajar mengeluarkan buku dari tasnya dan ia berkata:  أنا أخرج الكتاب من الحقيبة
b.     Ia meletakkan buku di atas meja: أنا أضع الكتاب علي المكتب
c.      Ia membuka buku halaman 17: أنا أفتح علي صفحة 17
Dan seterusnya. Setelah itu pengajar dapat mengembangkan respon pembicaraan, seperti merubah waktu pertanyaan. Ia dapat bertanya:
ما أول شئ فعلته منذ قليل؟ لقد قمت من مكانك. Dan sebagainya. Dengan terus melakukan perubahan bentuk pertanyaan dan merubah waktu pekerjaan latihan berbicara dan berdialog akan tumbuh. Selain itu, akan bertumbuh pula bentuk-bentuk jawaban pada para pelajar dan pada akhirnya, akan tumbuh struktur dan kalimat yang akan membantu mereka dalam berbicara.
Di antara posisi yang memungkinkan dijadikan rangkaian aktifitas adalah “bangun tidur”, “pergi bekerja”, “pulang bekerja”, “pergi ke pasar”, “naik pesawat”.
Dalam model latihan ini melatih para pelajar dapat dilakukan dengan menggunakan waktu kata kerja (fi’il), dlamir, harf jar, dzarf al-zaman dan dzarf zaman. Di sini, gramatikal digunakan secara terapan dalam bentuk kalimat dan ungkapan yang dapat mengungkapkan benda-benda nyata yang ada dalam kehidupan para pelajar. Di antara keistimewaan model ini adalah memberikan kebiasaan bahasa dengan tingkat kebenaran yang tinggi kepada para pelajar. Biasanya, kesalahan-kesalahan hanya terjadi sedikit, karena rangkaian peristiwa telah menguatkan dan mengarahkan pengungkapan. Setiap kalimat akan menghasilkan kalimat berikutnya. Titik awal dan berseri ini membuat pelajar dapat mengetahui kesalahan dan membenarkannya, antara satu dengan rekannya.
Di antara kelebihan teknik ini juga adalah memungkinkan pelajar menguasai arti-arti kata dengan mudah dan jelas, karena adanya hubungan secara langsung antara kata dan arti kata, baik dalam bentuk sesuatu yang menunjukkan orang yang berbicara yang dilihat langsung. Hal ini akan mengesampingkan penggunaan terjemahan dan kamus penerjemah. Teknik ini juga akan membantu pelajar dalam mengingat bahasa dan memanggil kembali bahasa tersebut dalam pembicaraan baru dengan sangat mudah, dibanding dengan menyuguhkan arti-arti kata dalam kalimat terpisah atau kosa-kata tersendiri.
Kelebihan kedua berada pada kemungkinan penggunaan teknik ini dalam melatih para pelajar dengan ungkapan yang bebas sehingga mereka dapat menggunakan realita dan pikiran mereka serta pengaturan berbicara yang telah mereka peroleh. Hal ini disebabkan bahwa mereka telah terbiasa dengan posisi berbicara yang berhubungan dengan kenyataan hidup dan peristiwa sehari-hari.[23]
3.     Tanya Jawab
Metode tanya jawab dianggap sebagai metode yang paling tepat dan lugas serta sangat efektif dalam pembelajaran dialog dengan Bahasa Arab (muhadatsah). Umumnya, pengajar memulai teknik ini dengan melakukan tanya jawab singkat. Seiring dengan perkembangan kemampuan para pelajar merespon secara lisan, pengajar akan beralih ke tahap yang lebih maju, sehingga ia bergerak maju dari yang mudah ke yang lebih sulit, dari posisi kecil menjadi ke posisi utama yang hanya menghabiskan beberapa detik. Demikianlah, tanya jawab secara lisan yang sebenarnya dilakukan dengan dialog antara dua orang atau lebih.
Metode tanya jawab membutuhkan kejelian tinggi dalam merumuskan pertanyaan dan memikirkan keterterimaan pertanyaan tersebut. Sehingga, sangat tidak tepat membuat pertanyaan secara asal, baik terkait kandungan ataupun bentuk pertanyaannya. Karakter pertanyaan yang harus didahulukan dalam metode ini selayaknya memuat hal-hal berikut:
a.      Jawaban mudah dan jelas, yang tidak memerlukan aktifitas sehingga tidak perlu memberikan lebih dari satu kata terhadap bentuk pertanyaan.
b.     Jawaban tidak memerlukan kata-kata dan kenyataan serta struktur yang belum diketahui pelajar, cukup menggunakan waktu kata kerja dalam bentuk pertanyaan.
c.      Jawaban langsung dimana pertanyaan akan dapat membantu pelajar memahami susunan bahasa.
Pertanyaan harus meningkat dari yang mudah menjadi sulit, sederhana menjadi rumit, sehingga menjadi pertanyaan yang mendorong penjelasan panjang tentang sesuatu atau perkara atau peristiwa apapun. Pada tahap ini,  pertanyaan dapat keluar dari cakupan teks buku dan tembok sekolah, sehingga mencakup kebun, industri, pasar, rumah sakit, transportasi, kantor pos dan lain sebagainya.[24]

D.    Peran Guru dalam Pembelajaran Kalam
Kemahiran berbicara adalah salah satu kemahiran bahasa yang paling banyak menuntut upaya pengajar (guru). Oleh karena itu, tanggung jawab pengajar dalam pertumbuhan kemahiran kalam para pelajar adalah tanggung jawab besar dan menuntut upaya yang tinggi. Ketika kita menyebut sarana dan cara dan kita menghitung metode dan tahapan, maka pengajar adalah satu-satunya orang membangkitkan kehidupan dalam sarana, cara dan metode ini. Kita juga tidak lupa bahwa ketika kita mengatakan cara, maka kita tidak dapat melupakan pengajar. Ketika kita mengatakan pengajar, maka kita tidak dapat melupakan cara. Oleh karena itu dan untuk membantu pengajar menjalankan perannya dan memenuhi tanggungjawabnya, di sini akan dipaparkan beberapa arahan dan petunjuk mengenai hal tersebut.
Pertama, pengajar harus melapangkan dadanya terhadap kesalahan para pelajar dan mencatatnya satu persatu hingga pengajar dapat meluangkan waktu untuk mengobati dan memberikan latihan yang benar. Pengajar juga harus berusaha mencegah diri untuk menginterfensi pembicaraan dan membenarkan kesalahan. Sebab, interfensi dalam pembicaraan seperti ini biasanya akan mengakibatkan keragu-raguan, gagap, takut lalu diam. Hal ini bukan berarti secara mutlak pengajar tidak boleh mengiterfensi. Ada waktu khusus dimana ia harus ikut dalam pembicaraan ketika memang benar-benar dibutuhkan. Pada saat itu pula ia harus menegaskan kepada para pelajar bahwa kesalahan berbicara, terus mengulangi dan tekun adalah hal yang sangat wajar, bahkan tidak dapat ditinggalkan. Akan tetapi, seiring dengan waktu dan latihan berkomunikasi yang sebenarnya kesalahan seperti ini akan hilang dan merespon pembicaraan akan lebih mudah, cepat dan spontan.
Kedua, Chastain K. telah memberikan sekumpulan arahan sangat membantu bagi pengajar dalam aktifitasnya. Di antara arahan tersebut adalah:
1.     Kesuksesan belajar berbicara mengacu pada efektifitas keikutsertaan pelajar dalam kegiatan bahasa. Pertumbuhan kemampuan berbicara adalah satu hal yang tidak mungkin terjadi kecuali bila penutur masuk dalam pembicaraan dan berusaha mengungkapkan sendiri. Sedangkan ketidakikutsertaan banyak pelajar dalam aktifitas berbicara meskipun mereka datang untuk belajar bahasa akan menghasilkan kegagalan belajar mereka dalam berbicara, karena beberapa sebab:
a)     Membiasakan berbicara lebih sulit daripada duduk dan mendengarkan pengajar atau beralih dari alam nyata dari mimpi-mimpi dalam keadaan sadar.
b)     Banyak orang yang merasa tidak nyaman ketika harus mengulang-ulang pada upaya pertama berbicara.
c)     Banyak pelajar yang merasa berlebihan dengan apa yang ada dan tidak suka melakukan kesalahan apapun atau berperilaku seperti orang bodoh di depan teman-temannya.
d)     Takut gagal, ejekan dan cemoohan.
Senang berbicara adalah satu hal nyata dan utama, akan tetapi ketidakmampuan diri dan sosial dalam berbicara juga termasuk hal nyata dan dapat dirasakan. Oleh karena itu, sudah semestinya pengajar harus mengarahkan perhatiannya terhadap mereka yang memerlukan dorongan dan berusaha mengalahkan kesulitan semacam ini yang menghalangi jalan kemampuan fungsional untuk berbicara.
2.     Pengajar sudah seharusnya menyadari bahwa menjaga pelajaran bahasa khususnya pelajaran berbicara berhubungan erat dengan kesuksesan. Kemampuan berbicara tidak dapat tumbuh dan berkembang di kelas yang para pelajarnya takut menjawab dan berbicara, karena takut salah. Oleh karena itu, kita mendapati bahwa kepercayaan diri dan perhatian yang menjadi awal bagi pelajar adalah satu hal yang harus disantap oleh pengajar dengan kata-kata penerimaan dan penuh kebaikan, dengan memberikan suasana releks tanpa tekanan dan dengan penjelasan beberapa hal, seperti bahwa tertawa tidak dapat dihindari ketika mengucapkan bahasa dengan bentuk yang tidak benar dan bahwa usaha dan kesalahan adalah cara paling mudah untuk mempelajari bahasa.
Berusaha memberikan suasana kasih sayang dan persahabatan di dalam kelas adalah satu hal akhir yang dicari dalam belajar bahasa.  Oleh karena itu, pengajar dituntut terus-menerus bersiap menerima dan mengarahkan berbagai upaya pelajar dan upaya mereka, dan menyebarkan pemikiran atau gambaran apapun yang dimiliki oleh para pelajar, bahwa mereka mampu berbicara. Pengajar juga harus memberikan rasa bebas ketika bergabung dalam berbicara, memandang -sebagaimana telah saya sebutkan sebelumnya- bahwa kesalahan yang dianggap sesuatu yang wajar tidak dapat dihindari bahkan termasuk bagian pasti dalam belajar bahasa asing, juga harus memandang bahwa pembenaran bahasa termasuk bagian sekunder dalam hitungan dan menjadi makanan rujukan yang dapat memberikan suara, bentuk, bentuk dan struktur yang benar kepada pelajar.
3.     Pengajar sudah semestinya menyadari bahwa kesinambungan dan proses bertahap adalah satu hal penting dalam menumbuhkan kemahiran berbicara. Tingkat yang sulit dalam aktifitas lisan sebaiknya diatur dan mulai dilalui dengan cara yang menjadikan pelajar dapat merespon, sebab tingkat terdahulu telah disiapkan dengan persiapan yang cukup untuk berinteraksi dengan aktifitas, bila tidak, maka keberaniannya akan hilang dan ia tidak mau bergabung dalam kelas dan ia akan meninggalkan pelajaran bahasa pada kesempatan pertama kalinya.
4.     Dalam latihan berbicara yang dilakukan berdasarkan pertanyaan dan jawaban singkat pengajar membutuhkan sesuatu melebihi kemampuannya dalam menggunakan cara tersebut. Pengajar perlu sesuatu yang disebut aktifitas, vitalitas dan kecerdasan pengajar. Menggunakan  hal ini untuk pertanyaan dan jawaban singkat dan cepat diperlukan oleh pengajar agar dapat beralih pertanyaan dengan cepat dari satu pelajar ke pelajar lainnya, dapat membenarkan dengan singkat dan cepat dan mampu menarik jawaban dengan cekatan dan efektif dari mulut para pelajar. Kehidupan, aktifitas, gerakan, rangsangan, memberi daya tarik adalah sifat-sifat wajib bagi pengajar dalam proses belajar berbicara. Dalam kemampuan pengajar mewujudkan kesuksesan yang lebih besar, bila di tengah-tengah aktifitasnya ia mampu mengucapkan orang yang ada dalam ia ingat, baik yang ikut belajar ataupun tidak ikut, yang berinteraksi dan yang tidak berinteraksi, dan sebagainya. Selanjutnya, ia mulai mengkhususkan waktu untuk belajar sendiri dengan memberikan perhatian terfokus terhadap mereka, yang dapat mendorong mereka untuk ikut serta dan berinteraksi. Akan sangat baik bila ia mengikutsertakan semua itu dengan kata-kata penyemangat, seperti “bagus”, “kalimat ini benar”, “tambahan baru dan baik”, “jawaban yang benar dan tepat”, “ucapan yang indah, sama seperti orang Arab asli”, “sebuah kata baru”, “saya tidak pernah berfikir bahwa kamu tahu itu”, dan lain sebagainya.[25]

E.    Penutup
Kemahiran berbicara sangat penting dalam sebuah pembelajaran bahasa. Bahkan orang yang mahir dalam berbicara dengan suatu bahasa, sudah dianggap “tahu” akan bahasa tersebut. Dan peran guru dalam proses pembelajaran kalam sungguh besar. Penggunaan strategi yang sesuai dengan keadaan peserta didik secara komunal, yang telah diidentifikasi sebelum nya akan sangat berpengaruh pada hasil atau tujuan belajar.
Dari sekian banyak teori tentang strategi pembelajaran kalam, baik yang konvensional maupun kontemporer sesungguhnya tidak akan mendatangkan manfaat besar jika guru sebagai ruh dalam sebuah kelas bahasa tidak dapat menggunakan kreatifitas nya dalam mengaplikasikan berbagai strategi tersebut. Guru yang secara akademis berkualifikasi tinggi dalam belajar Bahasa Arab, belum tentu ia akan pandai pula dalam mengajar, karena seperti banyak dikatakan “teaching is art”, dan di dalam art itu, tentu membutuhkan kreatifitas. Selain guru juga harus punya rasa empati terhadap peserta didik nya.


Daftar Pustaka

Al Hazimī, Muhammad Ibn Mar’ī, Daurah al Shayfiyah al Tsāniyah li Mu’alimī al Lughoh al ‘Arabiyyah fī Jāmi’at al Indūnisiyah wa al Mudarris al Singhāliyah, Tadris Mahārāt Lughowiyah, Makkah: Jāmi’ah Umu al Qurā.
Chaney, A.L., T.L. Burke, Teaching Oral Communication in Grades K-8. Boston: Allyn and Bacon, 1998.
Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Fuad Mustafid, Pengantar Redaksi di Eckehard Schulz, Al Lughah Al ‘Arabiyyah Al Mu’ashirah, Bahasa Arab Baku dan Modern, versi Indonesia, Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2011
Henry Guntur Tarigan, Metodologi Pengajaran Bahasa I, Bandung: Penerbit Angkasa, 1991.
Huebner, Theodore, Audio Visual Technique in Teaching Foreign Language, New York: Cambridge University Press, 1960.
M. Abdul Hamid dkk, Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi dan Media, Malang: UIN-Malang Press (Anggota IKAPI), 2008.
Naqoh, Mahmud Kamil, Ta’līm al Lughah al ‘Arabiyyah li al Nātiqīn bi lughoh al Ukhro, Makkah: Jāmi’ah Umu al Qurā, 1985.
Oxford Advanced Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 1995.
Radliyah Zaenuddin dkk, Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, Des. 2005.
Richards, Jack C, Teaching Speaking Theories and Methodologies, p.4, www.professorjackrichards.com
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Tompkins, Gail E, Kenneth Hoskisson, Language Arts, Content and Teaching Strategies, 3rd, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. A Simon & Schuster Company, 1995.





[1] Muhammad Ibn Mar’ī al Hazimī, Daurah al Shayfiyah al Tsāniyah li Mu’alimi al Lughoh al ‘Arabiyyah fī Jāmi’at al Indūnisiyah wa al Mudarris al Singhāliyah, Tadrīs Mahārāt Lughawiyah, (Makkah: Jāmi’ah Umu al Qurā), hlm. 50.
[2] Henry Guntur Tarigan, Metodologi Pembelajaran Bahasa I, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1991), cet. 10, hlm. 15.
[3] Oxford Advanced Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hlm. 13.
[4] A. L. Chaney and T. L. Burke, Teaching Oral Communication in Grades K-8, (Boston: Allyn & Bacon, 1998), hlm. 13.
[5] Theodore Huebner, Audio Visual Technique in Teaching Foreign Language, (New York: Cambridge University Press, 1960), hlm. 5.
[6] Ibid
[7] Mahmud Kamil Naqoh, Ta’līm al Lughah al ‘Arabiyyah li al Nātiqīn bi lughoh al Ukhro, (Makkah: Jāmi’ah Umu al Qurā, 1985), hlm. 153.
[8] Disarikan dari Ibid
[9] Ibid
[10] Gail E. Tompkins, Kenneth Hoskisson, Language Arts, Content and Teaching Strategies, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. A Simon & Schuster Company, 1995), 3rd edition, hlm. 120.
[11] Mahmud Kamil Naqoh, Ta’līm al Lughah al ‘Arabiyyah ……………. hlm. 151-152.
[12]Jack C. Richards, Teaching Speaking Theories and Methodologies, p.4, dalam www.professorjackrichards.com
[13] Fuad Mustafid, Pengantar Redaksi dalam Eckehard Schulz, Bahasa Arab Baku dan Modern, al Lughah al ‘Arabiyyah al Mu’ashirāh, versi Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2011), hlm. iii.
[14] Mahmud Kamil Naqoh, Ta’līm al Lughah al ‘Arabiyyah………………. hlm. 157-158. Klasifikasi tujuan pembelajar mubtadi’, mutawasith dan mutaqaddim berdasarkan analisa penyusun makalah.
[15] Ibid., hlm. 158-159.
[16] Ibid., hlm. 159.
[17] Ibid., hlm. 161-163.
[18] Ibid., hlm. 164.
[19] Ibid., hlm. 165-166.
[20]M. Abdul Hamid dkk, Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi dan Media, (Malang: UIN-Malang Press (Anggota IKAPI), 2008), hlm. 4. Technique, yang dalam Bahasa Arab disebut uslūb atau yang familiar di Indonesia disebut strategi, yaitu kegiatan spesifik yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas dan merupakan implementasi daripada metode. Bisa dikatakan bahwa strategi atau tehnik ini merupakan operasionalisasi dari metode. Radliyah Zaenuddin dkk, Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, Des. 2005), cet. I, hlm. 32. Technique bersifat operasional. Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), cet.III, hlm. 5. Strategi (belajar mengajar), bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan  yang telah digariskan.
[21] Mahmud Kamil Naqoh, Ta’līm al Lughah al ‘Arabiyyah……………. hlm. 166.
[22] Ibid., hlm. 167-169.
[23] Ibid., hlm. 169-171.
[24] Ibid., hlm. 172-173.
[25] Ibid., hlm. 177-181.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Menu Bahasa Arab Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea